-->
  • Featured Post

    Sedikit tentang Multiple Intelligence

    Multiple Intelligence merupakan sebuah teori yang digagas oleh Dr. Howard Gardner dan rekan-rekannya di Harvard University. Gardner mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk yang bernilai budaya. Ia mengatakan bahwa psikologi dan pendidik…

    Pendidikan Karakter Islam

     Rasulullah Saw. ;

    Guru Paling Kreatif, Inovatif, & Sukses Mengajar 

        Tidak seperti beberapa waktu yang lalu ketika murid lebih banyak hanya mendengarkan dan cenderung sangat pasif. saat itu guru berdiri menerangkan (membaca dari buku) dan murid hanya mendengarkan, kemudian menyalin tulisan yang ada di buku (totally copied). Namun, sekarang semua sistem pengajaran telah berubah. Murid dirangsang dan difasilitasi untuk mengembangkan semua yang dipelajarinya, apalagi semua fasilitas didukung penuh dengan kemajuan teknologi dan informasi.

        Tidak hanya itu, berbagai metode pengajaran juga banyak ditawarkan. sekarang ini, kita bisa mengenal berbagai istilah pengajaran, seperti CBSA (cara belajar siswa aktif), quantum learning, CTL (contextual Teaching and Learning ), pingu, dan lain sebagainya. Semua bentuk pengajaran tersebut bertujuan umum sama, yaitu membuat murid paham terhadap semua yang diajarkan, bisa mempraktikkan, mengamalkan dan tidak sekedar mengetahui teori belaka. Dalam istilah pesantren, hal ini disebut al ilmu bil 'amal (ilmu dengan amal).

        Hanya saja, sebagian besar metode-metode tersebut diserap dan diadapatasi dari dunia pendidikan barat karena mereka memang lebih maju dalam dunia pendidikan serta beberapa bidang lainnya. Bukanlah suatu kesalahan jika kita belajar dari mereka. Sebab, pengetahuan yang mereka miliki masih termasuk dalam bagian al - hikmah dhallatul mu'min (ilmu pengetahuan orang mu'min yang hilang).

        Sebuah kata bijak mengatakan, "khudzil hikmata min ayyi wi'a in kharajat, (ambillah kebijakan, ambillah ilmu, dan pengetahuan dari mana saja sumbernya, meskipun dari negara Barat sekalipun )"

        Namun kita juga harus ingat bahwa sebagai seorang muslim yang baik, kita tetap harus bangga dengan  "produk" sendiri. Sebab, sejak 1.400 tahun lalu, Rasulullah Saw. telah mengembangkan dan menawarkan metode pengajaran yang memiliki karakter tersendiri. Dan, jika kita mau meneliti, mempelajari, dan menengok jauh ke belakang, berbagai metode yang dikembangkan oleh barat dalam dunia pendidikan mereka ( yang kemudian kita pelajari), ternyata mengambil dan mengadopsi metode pengajaran yang telah lama ditawarkan oleh Rasulullah Saw.

        Pada Abad Pertengahan, umat islam telah lebih dulu berkembang dibandingkan dengan bangsa Eropa yang saat itu masih dalam kegelapan. Ilmu pengetahuan yang diperoleh orang-orang Eropa ketika itu berasal dari universitas-universitas Islam yang berdiri di semenanjung Iberia dan Andalusia (portugal dan Spanyol sekarang). Hal ini belum termasuk perguruan-perguan tinggi yang tersebar hampir di semua wilayah islam yang sampai sekarang sebagain masih eksis dengan karakteristik dan metode pendidikan masing-masing, seperti Al-Azhar (Mesir) dan Qoiruwan (Maroko). Namun, sebuah kenyataan harus diterima bahwa saat ini umat Islam tertinggal jauh dari mereka.

        Dalam memberikan contoh pengajaran yang baik, Rasulullah Saw. tidak sekedar duduk membacakan ayat dan para sahabat mengelilingi beliau sambil mendengarkan saja. sebuah persepsi yang tidak logis, jika cara yang mononton dan pasif seperti itu bisa menghasilkan kader-kader penakluk dunia yang terekam abadi dalam "tinta emas" sejarah. Bahkan, mereka mampu menghilangkan dua negara  superpower dari peta dunia pada masa itu, yaitu Dinasti Sasanid di Teisphon, dan Persia (Republik Islam Iran sekarang) dan Imperium Romawi Byzantium di Konstantinopel (Turki sekarang ). Hal ini tentu tidak terlepas dari peran besar dan pengajaran Rasulullah Saw. yang memiliki sistem dan metode pendidikan yang istimewa, serta mempunyai kekuatan karakter tersendiri.

       Bab 2 

    Rasulullah Saw. Sang Panutan

        Sebagai seorang muslim, tentu kita tahu bahwa Rasulullah Saw. adalah panutan terbaik bagi umat islam. Segala yang beliau lakukan merupakan bentuk pembelajaran dan percontohan untuk menuntun kita pada sebuah kehidupan dan masa depan yang lebih cerah. semua tuntunan itu bisa dibaca dalam biografi hidup beliau yang telah terdeskrpsikan dalam beberapa karya monumental para ulama terdahulu.     

        Semua yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah Saw. bersifat universal, mencakup keseluruhan, dan tidak membedakan profesi apa pun. Kegiatan mengajar merupakan profesi orisinal para rasul dan nabi yang menjadi tujuan awal pengutusan mereka. Semua kehebatan Rasulullah Saw. dalam dunia pendidikan, diekspresikan melalui metode mengajar yang memiliki karakter tersendiri yang khas dan kuat. Secara global, setidaknya beliau mencontohkan 35 metode yang berbeda dalam mengajar. Namun, sebenarnya metode pengajaran yang disampaikan beliau lebih dari angka tersebut. Sebab, pada dasarnya metode beliau dalam mengajar (semua bidang ilmu dan pendidikan) lebih dari 1000 metode, bahkan tidak terhitung.

        Sesungguhnya, Rasulullah Saw. adalah guru besar dalam semua fakultas dan jurusan ilmu pengetahuan. Beliau adalah guru ilmu sosial, politik, tata bahasa, tata negara, kemasyarakatan, hubungan internasional, militer, kedokteran, geografi, ilmu astronomi, olahraga, ilmu perniagaan, ilmu sejarah peradaban yang telah punah, dan ilmu tentang kejadian pada masa yang akan datang.

        Adapun salah satu tujuan utama diutusnya Rasulullah Saw. adalah menyampaikan ilmu syariat yang menjelaskan hukum agama, mulai dari ilmu tasawuf, akidah, akhlak, suluk, tauhid, fiqh, hingga ilmu yang mengatur interaksi antara makhluk dengan penciptanya, serta ilmu agama yang lainnya.

         sebenarnya, agama dan kehidupan itu tidak terpisah. Ajakan pemikiran liberal untuk memisahkan semua aspek agama dengan kehidupan merupakan sebuah kekeliruan. Liberalisme yang dikembangkan oleh cendikiawan non muslim jika diterapkan dalam islam sangatlah tidak tepat. Sebab, pada dasarnya, ajaran islam sama sekali tidak bertentangan dengan rasio. Pada awalnya, hal itulah yang dilakukan gereja terhadap perkembangan ilmupengetahuan dengan melakukan pengekangan. Sebab, liberalisme jika diterapkan dalam agam kristen sangat cocok. Dalam ajaran mereka terjadi begitu banyak pemalsuan yang sangat dengan rasio. Bila membaca sejarah, kita tidak akan terjebak dengan ajaran yang memisahkan agama (islam ) dari kehidupan. Sebab, ajaran islam sama sekali tidak bertentangan dengan rasio. 

        Pada abad pertengahan para ilmuwan yang menetapkan ajaran bahwa bumi bulat dikejar-kejar dan dibunuh karena dianggap tukang tenung. Sehingga, akibat tekanan itu terjadilah pemberontakan di kalangan ilmuwan terhadap konsensus gereja yang menyatakan bahwa bumi itu datar. Hal ini berbeda dengan islam yang ssejak awal menyatakan bahwa bumi adalah bulat. Jika kita teliti, tak ada satu pun ajaran islam yang tidak masuk akal. Bila ada ajaran yang tidak bisa dipahami akal, sebenranya akall belum mampu menjangkaunya. Namun, pada saatnya kelak, hal tersebut akan dapat dipahami. Salah saut contoh adalah proses perkembangan janin. Al-Quran telah menyebutkannya pada 14 abad yang lalu, tetapi iptek dan dunia kedokteran baru saja bisa membongkar rahasia ribuan tahun tersebut pada pertengahan abad ke-20.    

        Semua jurusan dan bidang ilmu tersebut telah terdeskripsikan dalam Al-Quran yang diturunkan kepada Rasulullah Saw. dan hadist yang disampaikan. Beliau memiliki karakteristik tersendiri dalam mendidik yang tidak dimiliki oleh pengajar manapun, sebelum beliau maupun sesudahnya. Bahkan, seorang tokoh dunia, Napoleon Bonaparte dalam diary pribadinya menyatakan kekagumannya terhadap Rasulullah Saw. 

         Sesungguhnya, Rasulullah Saw. diutus untuk menjadi seorang pengajar bagi umat manusia. Mengenai  ini, beliau pernah bersabda :

     

    "sesungguhnya aku diutus sebagai seorang pengajar" (HR. Ibnu Majah)

    A. Kesaksian Sejarah terhadap Integritas dan Karakteristik Rasulullah Saw. dalam Mengajar

        Rasulullah Saw. diutus untuk membenahi, menyempurnakan, dan menyebarkan norma dan nilai-nilai kehidupan yang mulia kepada umat manusia dimuka bumi. Beliau menjadi utusan Allah Swt. hanya dalam tempo yang relatif singkat, 23 tahun. Namun, dalam tempo sesingkat itu, beliau mampu mencetak dan melahirkan puluhan ribu orang yang menjadi pemimpin tangguh yang diseganidan ditakuti. Jika dicermati, ilmuwan terkemuka, seperti plato hanya bisa mencetak satu penerus, yaitu Aristoteles. Demikian juga dengan Aristoteles juga hanya mencetak satu tokoh besar Socrates. Bahkan, filsafat kehidupan yang mereka usung terkubur selama ratusan tahun, sebelum digali dan diangkat kembalioleh orang-orang Islam, sekitar 250 tahun setelah Rasulullah Saw. Wafat. Selain itu, tidak semua orang mampu mencerna ajaran mereka, belum lagi terjadinya kontradiksi dan benturan dengan hukum alam dalam ajaran mereka.

        Hal tersebut tentu sangat berbeda dengan filsafat kehidupan yang disampaikan dan diajarkan oleh Rasulullah Saw. yang selalu bersifat universal dan tidak lekang oleh waktu. Bahkan, dari banyaknya jumlah pengikut, para nabi sebelumnya pun tidak mampu menandingi jumlah pengikut Rasulullah Saw. Di samping itu, para nabi sebelumnya hanya diutus dalam skala lokal saja, sedangkan Rasulullah Saw. diutus untuk umat dalam skala internasional.

        Ketika Rasulullah Saw. wafat, seluruh bangsa yang berada di semenanjung Arabia telah menyatakan diri mengikuti ajaran yang beliau bawa, yaitu Islam. 14 tahun setelah beliau wafat, Islam telah merambah ke Benua Afrika Utara dan Asia Tengah. 30 tahun kemudian, Islam telah menginjak daratan Eropa yang dimulai dari Siprus dan Nicosia dan merangsek jauh hingga Benua Asia bagian timur dan ini terjadi pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, delegasi khalifah telah sampai ke daratan Indonesia.

        Dua negara superpower pada masa itu (Byzantium dari kerajaan Romawi Timur dan Dinasti Sasanid dari Persia), membutuhkan waktu hingga ratusan tahun untuk melebarkan "sayap"dan membesarkan kerajaannya. Namun, kedua imperium tersebut harus mengalami nasib tragis dan hilang dari peta, serta sejarah dunia setelah diruntuhkan oleh para sahabat, kader-kader, dan didikan terbaik Rasulullah Saw.

        Dinasti Sasanid runtuh pada abad ke-6 Masehi saat khalifah Umar bin Khatab. Sedangkan Romawi Timur kehilangan pengaruhnya dan runtuh total pada penghujung abad ke -14 di tangan Sultan Muhammad al - Fatih, khalifah dari Dinasti Ottoman (Turki Utsmani).

         Hanya dalam rentang waktu 40 tahun, yang dimulai sejak awal abad ke - 6 Masehi, peta dunia telah berubah drastis dan bergema semakin banyak pengikut Rasulullah Saw. Hingga saat ini tercatat hampir 1,3 miliar umat muslim diseluruh dunia, dan 400 juta diantaranya tersebar di Benua Eropa, dan menurut ulama ternama dunia badi'uz zaman Syekh Sa'ad an Nursi (w. 1950 M) mengatakan bahwa Eropa sekarang sedang mengandung islam, dan sebentar lagi akan melahirkan. dan insya allah islam akan terus bertambah.

        Selama masa kenabian hingga Nabi Isa As. diangkat ke langit, beliau hanya mempunyai 12 pengikut setia (Al - Hawariyyun) Sedangkan Rasulullah Saw saat beliau wafat memiliki 124.000 murid. Dari sekian banyak murid beliau, 30.000 diantaranya adalah panglima, pemimpin, dan tokoh-tokoh yang kapabel, ulung, serta mempunyai kualitas luar biasa yang diakui sejarah. Di antar para pemimpin besar Islam tersebut , terdapat empat orang sosok yang menjadi panutan yang tak satu pun manusia di muka bumi ini yang tidak pernah mendengar namanya. Keempat tokoh tersebut adalah Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

        Para pemimpin besar Islam yang diakui oleh sejarah dunia itu, dididik dari satu "tangan dingin" dikampus atau pesantren sekaligus barak militer yang sama, yaitu Masjid Nabawi, meskipun secara umum dalam memberikan pengajaran, Rasulullah Saw. tidak hanya terfokus di Masjid Nabawi. Sebagian besar beliau justru mengajar umat Islam di sekolah alam, tempat - tempat terbuka, saat berpergian, pasar, ketika berperang melawan musuh, dan lain sebagainya.

        Sangat jarang, bahkan mungkin tidak ada, seorang pendidik dan pengajar yang memiliki cara, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Walaupun beliau terlahir dengan background lingkungan padang pasir yang gersang, tandus, keras, masyarakat yang nomaden dan paganis, serta jauh dari pusat-pusat peradaban dunia kala itu, namun beliau mampu menghadirkan sesuatu yang baru untuk kehidupan dan peradaban manusia yang tidak akan sanggup dilakukan oleh siapa pun. Selain itu, kehebatan beliau dalam mengubah dunia semakin terlihat karena beliau terlahir sebagai seorang yang ummi  atau illiterate (tidak bisa baca tulis).

        Suatu hal yang sangat luar  biasa ketika seorang yang tidak memiliki kemampuan membaca dan menulis mampu menghilangkan buta huruf dan "buta hati", bahkan bisa membuka "mata" dunia yang saat itu terkatup rapat. Sementara itu, orang-orang yang dapat membaca dan menulis dan mempunyai kecerdasan tinggi, belum tentu mampu menghasilkan seorang tokoh besar, apalagi mengubah dunia.

        Semua kesuksesan yang diraih oleh Rasulullah Saw. tidak terlepas dari adanya inayah ilahiyah (bantuan dari Allah Swt).  Tapi, bantuan tersebut tentu tidak akan datang begitu saja, melainkan terhadap mereka yang mempunyai karakter khusus dan kepribadian yang kuat, serta kecerdasan di atas rata-rata. Hal ini tentu sesuai dengan hukum alam yang ada, yaitu "ada sebab maka ada akibat"

        Kemenangan umat islam dalam pertempuran pertama dalam sejarah, yaitu ekspedisi Badar (624 M/ Ramadhan 2 H) saat itu, tentara islam hanya berkekuatan 313 pasukan dengan persenjataan yang minim, sedangkan tentara paganis kafir quraisy berkuatan 1.000  tentara dengan persenjataan lengkap. Namun, ada faktor non-teknis, yaitu mukjizat dan bantuan dari malaikat. Di samping itu, tentara islam unggul secara teknis dan strategi dengan memilih posisi yang strategis dan melancarkan serangan pada waktu dan saat yang tepat sesuai perhitungan dan strategi tempur yang diatur sendiri oleh Rasulullah Saw. Dengan demikian, bantuan tidak akan datang begitu saja,  andaikan kaum muslimin hanya berdiri mematung tanpa melakukan apa-apa.

        Jadi, sudah seyogianya jika kita mengikuti dan mencontoh karakteristik Rasulullah Saw. dalam mengajar. Sebab, semua yang beliau contohkan bersifat universal dan tetap relevan sepanjang masadan cocok disegala kondisi. Jika ini yang dilakukan, kita bisa sukses dalam mendidik, mengajar, dan mencerdaskan anak bangsa. Tidak hanya itu, kita pun akan dihormati dan dikenang oleh para murid, masyarakat, dan dicatat dalam "tinta emas" sejarah.

        Sesungguhnya, Allah Swt. telah menganugerahkan kepada Rasulullah Saw. ilmu yang tak seorang pun mampu menyamainya. Selain itu, beliau juga dikaruniai kepribadian semupurna, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya berikut :

    "Dan, (juga karena) Allah telah menurunkan kitab dan hikmah kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan, adalah karunia Allah sangat besar atasmu." (QS. An-Nisaa" {4}: 113)

    B. Lemah Lembut Dalam Mengajar

        Rasulullah Saw. menyebarkan ilmu yang berasal dari wahyu Illahi kepada seluruh umat manusia. Dalam memberikan pengajaran, beliau menyampaikannya dengan susunan kata yang indah, ketajaman logika, sistem dan style mengajar yang bijak, dada yang lapang, hati yang lembut, jiwa yang cerah dan bercahaya, kasih sayang, kebijaksanaan, kecerdasan, dan penuh perhatian. Selain itu, beliau juga tidak suka menggunakan cara yang keras dalam mengajar, kecuali sekali saja. Bahkan, jika ada sahabat yang bertindak atau memiliki akhlak yang kurang tepat, beliau akan bertindak tegas dengan menegurnya melalui cara yang halus.

        Rasulullah Saw. sangat memahami bahwa mengajar dengan cara keras apalagi cenderung kasar hanya akan menimbulkan reaksi yang negatif dan ilmu yang disampaikan tidak akan masuk ke dalam hati. Selain itu, mendidik dengan cara yang kasar dan membentak atau mendidik dengan cara mengolok, justru dapat menjatuhkan wibawa seorang  pengajar di depan muridnya karena bisa jadi murid menilai gurunya arogan. Sebab, tabiat umum manusia sangat benci terhadap sikap kekerasan dan arogansi.

        Ketika murid bersikap apriori terhadap gurunya, secara otomatis guru tersebut tidak akan bisa menanamkan nilai dan ilmu dalam hati muridnya. Sebab, yang sangat dibutukan dalam memasukkan sebuah ilmu dalam hati murid adalah ketulusan dan keikhlasan guru itu sendiri, selain respons positif dari murid. Hal ini selaras dengan sebuah ungkapan, sebagaimana berikut :

        "Idza wujidatil qaabiliyah minat thalib, maa nadharil mu'allim, lahashala fathun adzim, (jika ada respons positif dari murid, serta ada perhatian dari seorang guru maka akan terjadi iluminasi dan pencerahan yang luar biasa)."

        Seandainya seorang murid merespons terhadap pengajaran yang disampaikan guru, sedangkan sang guru asal-asalan dalam mengajar, atau sebaliknya, seorang guru perhatian terhadap muridnya, namun sang murid tidak merespons terhadap yang diajarkan, maka pencerahan ilmiah tidak akan mungkin terjadi. Dengan kata lain, kegiatan belajar-mengajar gagal.

        Jadi, respons murid dan perhatian guru merupakan syarat mutlak dalam suksesnya kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian, tempat pendidikan yang berkualitas atau tidak, yang favorit atau nonfavorit, dan yang unggulan atau non unggulan hanyalah sarana dan fasilitas pendukung semata. Sebab, semua keberhasilan proses belajar tetap dikembalikan kepada murid dan guru sebagai dua unsur terpenting dalam pendidikan. 

        'Pondok pesantren (ma'had) dan sekolah umum, pada dasarnya sama, yaitu tempat menimba ilmu. Adapun yang membedakan keduanya hanyalah materi yang diajarkan dan karakteristik pendidikannya, serta kontribusi yang diberikan terhadap kehidupan dan masyarakat, sekaligus hasil split personalitynya. Di samping itu, perbedaan yang menonjol adalah dari segi moralitas, integritas, loyalitas (bahkan fanatisme), penghargaan, dan pengagungan murid terhadap gurunya.

        Lebih dari itu, secara ijmali (global), perbedaan antara pesantren (beserta semua tingkatanya) dan pendidikan formal (mulai dari playgroup hingga perguruan tinggi) adalah pesantren memiliki  ta'lim, tadris, ta'dib dan tarbiyah, sedangkan pendidikan formal hanya memiliki ta'lim  dan tadris.

        Ta'lim ialah proses transfer ilmu dari guru ke murid atau transfer of knowledge. Adapun, tadris merupakan pembinaan mental atau psikomotorik. Sedangkan, ta'dib adalah praktik terhadap ilmu yang sudah disampaikan. Dan tarbiyah ialah pengawasan dan didikan langsung berupa penggemblengan hati, pendadaran jiwa, dan ruh agar mengenal Sang Pencipta yang dilakukan oleh guru terhadap murid secara terus-menerus dalam 24 jam. Jadi, selain mengajarkan ilmu pengetahuan dan mengamalkannya, pesantren jug amembentuk kepribadian,serta meningkatkan dan menambah kualitas rohani.

        Ta'lim bisa diperoleh dalam jangka waktu yang ditargetkan. Sedangkan tarbiyah tidak bisa dilakukan secara instan, terkadang membutuhkan waktu lama. Hal tersebut tergantung kepribadian dan suluk masing-masing murid, serta mulazamah ( selalu bersama guru) selama 24 jam, sehingga ia bisa tahu secara langsung mengenai semua yang dilakukan sang guru dalam mendidiknya.

        Namun, sebagai pengajar atau pendidik, kita harus tetap berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan pemahaman dan "menularkan", sekaligus mentransfer ilmu kepada murid yang dibimbing. Oleh karena itu, metode semua pengajaran harus digunakan.

    C. Poin - Poin umum yang Harus Diperhatikan oleh Seorang Pengajar

        Proses belajar-mengajar yang baik antara guru dan murid akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan suksesnya ilmu yang disampaikan. Oleh karena itu, untuk mendukung terciptanya suasana dan proses belajar-mengajar yang kondusif, seorang guru harus memperhatikan beberapa hal berikut :

    1. Rendah hati
    2. Lemah lembut dan santun. 
    3. Keep smile 
    4. Tidak mudah membentak dan memarahi murid saat melakukan kesalahan.
    5. Tidak langsung mencela dan menjelekkan atau membodohkan murid ketika melakukan kekeliruan.
    6. TIdak memuji murid secara langsung dihadapan teman-temannya.
    7. Sabar terhadap kenakalan yang ditimbulkan oleh muridnya.
    8. Sebisa mungkin tidak melakukan hukuman fisik terhadap murid. Sebab, yang mereka butuhkan adalah perhatian, buka kekerasan.
    9. Memberikan perhatian yang sama terhadap murid, yaitu antara yang bodoh dengan yang pintar, yang miskin dengan yang buruk rupa. Soerang guru tidak boleh pilih kasih kepada murid tertentu. Sebab, hal ini adalah kunci untuk meraih cinta dari semua murid, dan menjadi kunci utama kesuksesan dalam mengajar.
    10. Jika ada pertanyaan yang menyudutkan, bahasa yang kasar, dan perlawanan dari murid, seorang guru tidak boleh langsung marah, tetapi tetap tersenyum dan menghadapinya dengan lembut.
    11. Memiliki ketegaran hati dan keberanian untuk menyampaikan sesuatu yang benar

         poin-poin yang menjadi salah satu acuan terhadap seoang pengajar tersebut, merupakan beberapa poin yang pernah disampaikan dan dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Berkenaan dengan poin-poin tersebut, Allah Swt. berfirman :

    "...Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu" (QS. Ali 'Imran {3}:159)

        Suatu waktu, Rasulullah Saw. sedang membangikan harta rampasan perang setelah terjadinya perang Hunain, tiba-tiba datang orang Arab dari pedesaan yang mendesak beliau dengan meminta jatah dari harta tersebut. Bahkan, ia menarik selendang beliau dengan keras hingga tertarik ke belakang dan di leher beliau terlihat bekas goresan selendang yang menjerat leher. Diperlakukan seperti itu, beliau tetap tersenyum dan tidak marah. 

        Untuk diketahui orang arab pedesaan (badui) terkenal memiliki sifat kasar, kolot, semaunya sendiri, dan tidak mau mengalah. sifat ini masih melekat sampai sekarang.

        Dari contoh tersebut, sudah seyogianya jika seorang pengajar muslim mencontoh Rasulullah Saw. dalam setiap perilaku, kepribadian, pemikiran, moralitas, tindakan, gaya interaksi dengan orang lain, kecakaapan dalam mengajar, serta penampilannya.

        Untuk diketahui penampilan jangan lantas diartikan harus berjubah dan bersurban. Tetapi, penampilan rapi, menjaga kebersihan, selalu wangi, tidak amburadul, dan lain-lain.

    D. Atribut Moral dan Psikis yang Harus Dimiliki Pengajar

        Seorang pengajar yang baik akan memberikan contoh yang baik kepada murid-muridnya. Oleh karena itu, seorang pengajar harus memiliki atribut moral dan psikis yang baik yang ditunjukkan dengan cara berikut :

    1. Selalu menjadi contoh yang baik (qudwah hasanah)
    2. Murah hati, sabar, dan memiliki kontrol diri yang baik.
    3. Memiliki sikap lemah lembut, penuh kasih sayang, belas kasihan, perasaan, serta perhatian dan cinta terhadap murid-muridnya.
    4. Baik hati dan pemaaf terhadap kesalahan yang dilakukan murid-muridnya
    5. Luwes dan ramah.
    6. Moderat
    7. Konsisten, bertakwa, sopan,dan menjaga image atau jati diri yang baik.
    8. Rendah hati, tidak sombong, egois, pongah, dan tidak membanggakan diri secara berlebihan.
    9. Jujur
    10. Amanat
    11. Memiliki ketenangan diri, keteguhan, keseimbangan, dan wibawa
    12. Mempunyai cita-cita yang luhur, selalu optimis, dan energik.
    13. Menerima apa adanya dan tidak tamak.
    14. Selalu menata hati dan niat yang ikhlas.
    15. Memiliki jiwa keadilan, persamaan, tidak membeda-bedakan status dan bersikap netral.
    16. Tidak malu mengatakan "aku tidak tahu" jika tidak mengerti.
    17. Tidak malu dan gengsi mengambilan dari orang yang berada dibawah tingkatan dan ilmunya, walaupun masih anak kecil.
    18. Memiliki rasa tanggung jawab, tanpa pamrih, dan selalu semangat dengan profesinya sebagai pengajar.

    E. Atribut Sosial yang Harus Dimiliki Pengajar

        Dalam kehidupan bersosial, seorang guru atau pengajar harus bisa menunjukkan sikap yang terpuji sehingga bisa menjadi panutan bagi murid-muridnya. Untuk itu, seorang pengajar harus memiliki atribut sosial sebagai berikut :

    1. Memiliki skill dan jiwa kepemimpinan yang baik
    2. Selalu berusaha memberikan pengarahan, orientasi, nasihat, dan konseling.
    3. Membangun hubungan kekeluargaan dengan murid-murid, serta menyebarkan rasa kasih sayang dan cinta diantara mereka.
    4. Sanggup memberikan solusi dan jalan keluar terhadap problem yang dihadapi oleh para murid.
    5. Berjiwa Koperatif
    6. Mampu berperan aktif dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul di dalam masyarakat.
    7. Selalu berpegang teguh pada nilai-nilai keislaman dan nilai moral yang jadi adat dan tuntunan dalam suatu masyarakat.
    F. Target Pendidikan dalam Islam
        Pada dasarnya, target utama pendidikan dalam islam tidak untuk hal-hal rohaniyah dan keagamaan semata(seperti yang diterapkan oleh gereja-gereja kristen pada abad pertengahan), serta tidak hanya untuk hal-hal yang berbau keduniaan dan pemikiran atau logika (seperti target pendidikan yang diterapkan oleh bangsa-bangsa besar, seperti Romawi dan Yunani) 
        Namun, yang ditargetkan oleh pendidikan islam adalah konvergensi antara ilmu pendidikan duniawi dan ukhrawi (akhirat) secara seimbang. Oleh karena itu, islam sangat memperhatikan balance atau keseimbangan antara interaksi horizontal (antarsesama makhluk) dan interaksi vertikal (antara makhluk dan Tuhannya). Hal ini telah terekam di dalam al-Qur'an, sebagaimana firman Allah Swt. berikut :
     
    "Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiann) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan dari (kenikmatan) duniawi. Dan, berbuat baiklah (kepada orang lain), sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu..." (QS. al-Qashash{28}:77) 

    Bab 3
    Metode-metode Rasulullah Saw. dalam Mengajar
        Dalam mengajar, Rasulullah Saw. selalu memilih dan menyampaikan metode dan sistem terbaik. Beliau telah memformulasikan sistem dan metode pendidikan yang memiliki kekhasan tersendiri. Metode yang disampaikan oleh beliau sangat mengesankan sehingga memudahkan dan sangat membantu dalam memahami suatu ajaran atau permasalahan.
        Rasulullah Saw. memilih metode yang mudah diingat dan tertanam kuat dalam memori para sahabat, apalagi saat itu alat tulis tidak semudah dan sebanyak, serta semodern sekarang (zaman beliau diutus, kertas belum ditemukan). Ketika itu orang orang Arab menggunakan daya ingat mereka yang luar biasa untuk menerima dan menyimpan ilmu yang diterima.
       Untuk diketahui kisah tentang kehebatan bangsa arab dalam hal kekuatan memori sangat banyak dan membuat decak kekaguman banyak orang. Mereka mampu mengingat suatu perkataan panjang hanya dalam sekali ucap, dan tidak kurang satu huruf pun saat mengulanginya lagi. Misalnya, sayyidah Aisyah, istri Rasulullah Saw. mampu menghafal tidak kurang dari 60.000 bait puisi Arab kuno yang terkenal memilki bahasa dan sastra dengan tingkat kesulitan yang sangat tinggi. saat ini, masih bisa ditemukan orang arab yang memiliki kemampuan luar biasa seperti itu.
        Jika kita membaca dan mempelajari kitab-kitab hadist dengan penuh perhatian dan teliti, kita akan menemukan banyak cara dan metode yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. dalam mengajar yang tertuang dalam sabda-sabda dan ajaran beliau. Terkadang, ketika mengajar, beliau menggunakan sistem tanya jawab dan memberikan jawaban yang variatif.
        Selain itu, dalam mengajar, Rasulullah Saw. juga menerapkan  metode dialog, diskusi, analog, alegori, sindiran, peribahasa, visualisasi dengan media gambar, teka teki dan bercanda. Terkadang, sebelum memberikan sebuah pelajaran, beliau memulainya dengan sebuah prolog ringan. Di samping itu, beliau juga menempuh cara dengan melakukan perbandingan, tes, berkisah, serta tidak langsung menjawab sebuah pertanyaan, tetapi memancing para sahabat untuk menjawab pertanyaan itu.
        Rasulullah Saw. tidak hanya sibuk dengan pengajaran yang disampaikan kepada para sahabat. Beliau juga memiliki jadwal khusus untuk mengajarkaum wanita dengan mengajarkan segala hal yang mereka butuhkan dalam menempuh kehidupan. terhadap para anaknya pun, beliau masih bisa memberikan perhatian penuh dengan cara mengajar sambil bermain dan bercanda, sesuai dengan usia mereka.
     
     
        1. Praktik secara Langsung (Dakwah bil Haal)
        Dalam ilmu pengajaran yang penyampaiannya membutuhkan praktik, Rasulullah Saw. selalu melakukannya dengan memberikan contoh langsung, tidak hanya teori. Bahkan, beliau telah melakukannya dan mengamalkannya terlebih dahulu sebelum disampaikan kepada para sahabat.
        Sebagian besar ilmu ini berhubungan dengan ibadah, seperti wudhu, shalat, haji, puasa, beramal baik, serta yang berhubungan dengan olahraga (seperti renang, berkuda, memanah) dan ilmu kemiliteran.
        Pada dasarnya, sebuah ilmu yang disampaikan dengan praktik langsung, memiliki pengaruh lebih besar dan illustrasinya akan menancap lebih kuat dihati dan memori seorang murid. Sebab, ia bisa mengetahui secara langsung contoh, bukti, dan gerakannya sehingga dapat langsung  mempraktikkannya. Di samping itu, kepercayaan diri murid akan lebih besar dalam mempraktikkan ilmunya jika melihat gurunya melakukan dan memberi contoh secara langsung. Hal ini akan berbeda apabila pengajaran hanya menyampaikan teori tanpa praktik. Terkadang, imajinasi yang berkembang di dalam pikiran seorang murid tidak akan sama dengan yang dimaksudkan oleh gurunya kalau sekedar teori belaka.
        Diantara beberapa contoh langsung yang diperlihatkan oleh Rasulullah Saw. kepada para sahabat, yaitu menganjurkan mereka untuk berani dan ksatria dalam bertempur. Dalam setiap ekspedisi dan saat perang berkecamuk, beliau sendiri selalu ada di garda terdepan. Apalagi dalam hal beribadah, beliau merupakan orang nomor satu yang selalu memberi contoh langsung dan melakukannya secara kontinu, bahkan kaki beliau sampai bengkak karena terlalu lama dalam beribadah. Tentang pengajaran secar praktik ini, Rasulullah Saw. pernah bersabda sebagai berikut :
    "sholatlah kalian, sebagaimana aku sholat"
        Suatu waktu, ada orang yang bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang tata cara berwudhu, beliau langsung memerintahkan untuk diambilkan seember air. Kemudian, beliau langsung memberikan contoh dengan praktik berwudhu, langsung dihadapan orang yang bertanya tersebut.
        Dalam kesempatan yang lain, ketika terjadinya perjanjian Hudaibiyah pada tahun ke-6 H, praktik langsung juga dicontohkan oleh Rasulullah Saw. saat itu, setelah melalui perundingan yang alot, beliau beserta 1.400 sahabat tidak diperbolehkan memasuki Makkah untuk berumraah. Beliau kemudian memerintahkan seluruh sahabat untuk bertahallul atau memotong rambut. Namun, tak seorang pun yang mau melakukannya. Sebagian besar dari mereka masih ngambek karena kecewa tidak bisa memasuki kota Mekah untuk berumrah. 
        Mengalami kejadian itu, Rasulullah Saw. agak gusar dan langsung masuk ke tenda, lalu bercerita kepada sang istri, Ummu Salamah Ra. bahwa para sahabat tidak mau menuruti perintah beliau. Mendengar keluhan tersebut, sang istri memohon agar beliau sendiri yang memulai untuk bertahallul tanpa menunggu terlalu lama, Rasulullah Saw. memanggil tukang cukur pribadi beliau untuk memangkas rambut. Begitu melihat sang pemimpin memotong rambutnya, serentak mereka bertahallul, mencontoh yang telah dilakukan oleh Rasulullah Saw.
        Demikianlah beberapa praktik langsung yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. dalam memberikan pengajaran kepada para sahabat. Semua yang diperintahkan dan yang dilarang, beliau sendirilah orang pertama yang melaksanakan yang diperintahkan dan menjauhi semua yang dilarang. 
         Rasulullah Saw. telah mengajarkan kita nilai-nilai dan akhlak mulia. Dalam keseharian dan tindakan yang dilakukan, beliau sendiri selalu berperilaku dengan akhlak mulai. Tentu  suatu hal tidak masuk akal jika kita menyuruh murid-murid untuk bersikap lemah lembut, tetapi di saat yang sama kita selalu marah-marah.
        Metode praktik langsung yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. sangatlah banyak. Metode ini adalah metode yang paling sering digunakan oleh beliau ketika mengajar dan merupakan metode yang paling menonjol. Sebab, pada dasarnya beliau memang diutus tidak sekedar memberikan teori, namun sekaligus mengajarkan bersama praktiknya. Hal ini selaras dengan yang difirmankan oleh Allah Swt. berikut :

    "Sesungguhnya telah ada pada (diri ) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah." (QS. al- Ahzab {33}:21)
        Uswatun hasanah (panutan yang baik) yang terdapat dalam diri Rasulullah Saw. selalu diwujudkan dengan memberikan contoh dan praktik secara langsung terhadap semua unsur kehidupan yang dijalani umat manusia.
     

    2. Memberikan Pelajaran Secara Gradual
        Salah satu metode pengajaran yang diterapkan oleh Rasulullah Saw. adalah  memperhatikan skala prioritas terhadap sesuatu yang akan disampaikan. Dalam mengajarkan ilmu, beliau tidak langsung menyampaikannya secara sekaligus, tetapi secara berangsur-angsur dan pelan-pelan dengan tujuan agar lebih mudah dipahami dan lebih kuat tertanam dalam ingatan para sahabat.
        Salah satu sahabat Rasulullah Saw., Jundub bin Abdillah Ra. bercerita, "ketika masih dalam masa pubertas, kami belajar kepada Rasulullah, dan beliau mengajari kami tentang keimanan, sebelum belajar al-Quran. Setelah itu, barulah kami diajari (isi kandungan dan tata cara membaca ) al - Quran sehingga iman kami makin bertambah dan menguat."
    (HR. Ibnu Majah)
        Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, beberapa sahabat juga bertutur bahwa Rasulullah Saw. mengajarkan mereka sepuluh ayat setiap hari. Beliau tidak akan menambah pelajaran lagi, sebelum mereka paham dan menguasai, serta mengamalkan yang terkandung dalam sepuluh ayat tersebut. Setelah itu, barulah beliau menambahkan pelajaran lagi.
        Demikian juga pengajaran tentang larangan meminum minuman keras, Rasulullah Saw. tidak serta merta melarangnya. Namun, wahyu yang menjelaskan tentang larangan tersebut, turun dan disampaikan secara berangsur-angsur hingga empat kali. Hal ini tentu akan berbeda jika seorang pengajar memberikan ilmu kepada muridnya sekaligus, sang murid justru akan bingung dan lebih cepat melupakannya.

       

    3. Menghindari Kejenuhan Murid

        Dalam menyampaikan sebuah ilmu atau mengajar Rasulullah Saw. sangat memperhatikan waktu dan kondisi psikologis para sahabat. Beliau tidak mengajar dalam sembarang waktu. Selain itu, beliau juga tidak monoton dengan ilmu yang hanya itu-itu yang disampaikan. Hal itu dilakukan agar mereka tidak mengalami kejenuhan dan kebosanan. Sebab, jika kebosanan yang dialami seorang murid dan berkepanjangan, hal ini bisa menjadi penyebab gagalnya proses belajar-mengajar.

        Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan modern, sistem pengajaran diterapkan dengan lima hari atau enam hari masa aktif untuk belajar, dengan dua atau satu hari waktu libur. Demikian juga dengan pembagian jam pelajaran yang menetapkan materi yang tidak sama, serta pemberian waktu jeda. Hal tersebut dilakukan untuk mengembalikan motivasi dan semangat pelajar, sekaligus membuat otak mereka kembali fresh, sehingga ilmu yang disampaikan dapat dengan mudah diterima oleh mereka.

     

    3. Menghindari Kejenuhan Murid

        Dalam menyampaikan sebuah ilmu atau mengajar, Rasulullah Saw. sangat memperhatikan waktu dan kondisi psikologi para sahabat. Beliau tidak mengajar dalam sembarang waktu. Selain itu, beliau juga tidak mononton dengan ilmu yang hanya itu-itu saja. Hal itu dilakukan agar mereka tidak mengalami kejenuhan dan kebosanan. Sebab, jika kebosanan yang dialami seorang murid dan berkepanjangan, hal ini bisa menjadi penyebab gagalnya proses belajar-mengajar.

        Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan modern, sistem pengajaran diterapkan dengan lima hari atau enam hari masa aktif untuk belajar, dengan dua atau satu hari waktu libur. Demikian juga dengan pembagian jam pelajaran yang menetapkan materi yang tidak sama, serta pemberian waktu jeda. Hal tersebut dilakukan untuk mengembalikan motivasi dan semangat pelajar, sekaligus membuat otak kembali fresh, sehingga ilmu yang disampaikan dapat dengan mudah diterima oleh mereka.

        Sehubungan dengan metode tersebut, salah seorang tabi'in bercerita, "Abdullah bin Mas'ud Ra. (salah satu sahabat nabi) setiap hari kamis selalu memberikan nasihat dan petuah kepada kami. Kami sangat menyukai nasihat dan petuah tersebut, dan selalu menunggu hari itu. Suatu hari, kami memintanya untuk menyampaikan  untuk menyampaikannya setiap hari, Namun, ia tidak mengabulkan permintaan kami seraya berkata, 'sebenarnya aku melakukannya seminggu sekali agar kalian tidak bosan, sebagaimana yang telah Rasulullah lakukan. Beliau tidak memberikan pelajaran dan mau'idhah setiap hari karena khawatir kita bosan." (HR. Bukhari).


    4. Memperhatikan Perbedaan Kemampuan dan Tingkat Intelegensi Setiap Murid

        Sebagai seorang pengajar, kita harus memahami bahwa tidak semua murid memiliki kemampuan yang sama. Setiap murid tentu memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda-beda.

        Rasulullah Saw. sangat memperhatikan perbedaan (individual difference) dari setiap sahabat. Dalam mengajar, beliau selalu menyesuaikan dengan tingkat kecerdasan yang mereka miliki. Semua yang diajarkan beliau terhadap mereka yang baru masuk Islam tidak akan sama dengan yang diajarkan kepada sahabat yang sudah lama bersama bersama beliau.

        Dalam menjawab setiap pertanyaan pun, Rasulullah Saw. tidak asal jawab. Tapi, melihat tingkat kemampuan, pemahaman, dan tingkat kecerdasan sahabat yang bertanya. Mengenai ini, sebuah kaidah dasar telah beliau berikan kepada kita, yaitu "Anzilin naasa 'ala qadri 'uquulihim (Bicaralah kepada orang lain, sesuai dengan tingkat kemampuan berpikirnya)

        Dalam sebuah karya monumentalnya,  Ihya 'Ulumudin, Imam Ghazali berpendapat, "Seseorang yang diberi pelajaran, namun tidak bisa memahami dengan baik semua yang kita ajarkan karena tidak mampu dijangkau akalnya, hal itu dapat menimbulkan kesalahpahaman. Dan lebih parah dari itu, terkadang kesalahpahamannya justru menimbulkan fitnah."

        Untuk itu, penyampaian sebuah materi pelajaran harus disesuaikan dengan tingkat usia dan kecerdasan murid. sebisa mungkin, keterangan yang disampaikan bisa dipahami dengan baik oleh semua murid. Baik yang bodoh ataupun yang cerdas. Hal itu pernah disampaikan oleh slah satu sahabat nabi, Abdullah bin Mas'ud Ra.

        Dalam sebuah kisahnya, Abdullah bin Mas'ud Ra. pernah mendengar bahwa Rasulullah Saw. berkata kepada Mu'adz bin Jabal Ra., "siapa pun yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, serta Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya dengan sepenuh hati, maka ia tidak akan masuk neraka."

        Mendengar sabda Rasulullah Saw. tersebut, Mu'adz kemudian menjawab, "jika memang demikian, saya akan sebarkan hal ini k epada semua orang agar mereka bergembira."

        Mendengar pernyataan Mu'adz, Rasulullah Saw. segera menjawab, "oh jangan! Hal ini justru bisa menyebabkan mereka hanya enak-enakan dan tidak mau beribadah"

        Lalu, Rasulullah Saw. memberikan isyarat kepada Mu'adz agar jangan sampai setiap orang yang diberi tahu, kecuali mereka yang benar-benar telah mantap amal ibadahnya.

        Dalam kesempatan yang lain, dikisahkan bahwa seorang pemuda datang kepada Rasulullah Saw. dan bertanya, "Wahai Rasulullah, jika sedang berpuasa, bolehkah saya mencium istri ?"

        "Tidak boleh," jawab beliau.

        Tak lama setelah itu, datanglah orang tua dan bertanya hal yang sama kepada Rasulullah Saw. Kemudian, beliau menjawab, "Ya, tidak apa-apa kamu menciumnya."

        Mendengar jawaban Rasulullah itu, para sahabat terheran-heran dan saling pandang satu dengan yang lainnya. Dalam benak mereka, mengapa jawaban beliau tidak sama, padahal pertanyaan sama?

        Mengetahui kebingungan para sahabat, dengan bijak Rasulullah Saw menjawab, "jika yang tua tadi pasti bisa menguasai diri dan nafsunya sehingga tidak akan kebablasan (melakukan senggama)." (HR. Ahmad)

        Berdasarkan semua percakapan Rasulullah Saw. dengan para sahabat tersebut, sangat gamblang dijelaskan bahwa dalam menyampaikan sebuah ilmu atau pengajaran, kita harus memperhatikan usia dan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh para murid terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam menafsirkannya.

     

     5. Dialog dan Tanya Jawab

        Pengajaran dengan metode dialog dan tanya jawab merupakan metode yang menonjol dan sering digunakan oleh Rasulullah Saw. dlam mengajar. Sebab, dialgo merupakan salah satu cara yang sangat membantu untuk membuka kebuntuan otak dan kebekuan berpikir murid.

        Sehubungan dengan metode tersebut, suatu hari, Rasulullah Saw. pernah bertanya kepada para sahabat, "andaikan di depan rumah kalian ada sungai, lalu kalian mandi lima kali sehari, apakah masih ada kotoran yang tertinggal di tubuh (kalian) ?"

        "Tentu tidak, wahai Rasulullah," jawab mereka.

        Kemudian, Rasulullah Saw. menambahkan, "Begitu juga dengan shalat lima waktu. Jika kita rajin melaksanakannya, dosa-dosa dan segala kesalahan akan dihapus oleh Allah Swt." (HR. Bukhari dan Muslim)

        Pada waktu yang lain, Rasulullah Saw. pernah bertanya kepada para sahabat, "Apakah kalian tahu siapakah muslim itu?"

        "Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu," jawab mereka     

        "Orang muslim adalah orang yang  teman temannya selamat dari gangguan lidah dan tangannya. Lalu, siapakah orang mu'min itu?"

        "Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu."

        Rasulullah Saw. kemudian menjawab, "orang mu'min adalah orang yang teman-temannya merasa aman atas diri dan harta mereka dari gangguannya, sedangkan muhajir adalah orang yang meninggalkan kejelekan dan menghindarinya." (HR. Ahmad)

        Dalam kesempatan lain, Rasulullah Saw. Juga pernah bertanya kepada para sahabat, "Kalau orang bangkrut itu yang bagaimana?" tanya beliau.

        "Tentu saja orang yang tidak mempunyai uang dan harta," tukas mereka.

        Dengan bijak, beliau menjawab, "Sesungguhnya, orang yang bangkrut diantara umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan amal ibadah yang lengkap. Namun, sayangnya ia suka mencaci maki, menggunjing, korupsi, dan menganggu orang lain sehingga semua pahala dan amal baiknya habis untuk menebus keburukan-keburukan tersebut. Jika keburukan itu belum terterbus oleh amalnya, maka kesalahan-kesalahan orang lain yang disakitinya akan ditimpakan kepadanya. Dan, akhirnya ia akan diceburkan ke neraka. (HR. Muslim). 

        Adapun contoh metode dialog yang sangat terkenal yang diajarkan Rasulullah Saw. adalah "hadist jibril". Metode ini memuat pelajaran penting tentang dasar-dasar teologi yang disampaikan dihadapan para sahabat dalam bentuk dialog antara beliau dengan malaikat Jibril (yang datang menyamar dalam bentuk manusia).

        Sehubungan dengan "hadist Jibril" ini, Sayyidina Umar Ra. bertutur, "ketika kami sedang duduk-duduk dengan Rasulullah Saw., tiba - tiba datang seorang dengan pakaian putih bersih, penampilannya sangat rapi, dan tak satu pun dari kami yang mengenalnya. Kemudian, ia segera duduk dengan sopan di hadapan Rasulullah, lalu membuka percakapan.

        "Muhammad, beri tahu aku tentang islam."

        "Islam itu adalah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan-Nya. Kemudian, kamu mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji jika kamu mampu," Jawab beliau.

        "ya, jawabanmu benar," kata orang misterius tersebut.

        Sayyidina Umar dan sahabat yang lain terheran-heran dengan peristiwa itu. Orang tersebut datang kemudian bertanya, dijawab, tapi juga membenarkan jawaban Rasulullah Saw.

        "Sekarang beri tahu aku tentang iman," tanya orang itu lagi.

        "Iman adalah percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab suci-Nya, para rasul yang menjadi utusan-Nya, hari akhri(kiamat), dan kamu percaya akan adanya takdir, yang baik dan yang buruk," jawab Rasulullah Saw.

        "Kemudian, beri tahu aku tentang Ihsan," orang itu kembali bertanya.

        "Ihsan adalah menyembah Allah dengan seolah-olah melihat-Nya, meskipun kamu tidak melihat-Nya, tapi yakinlah bahwa Dia melihatmu."

        "Lalu, kalau hari kiamat?"

        "Kalau hal ini, kita sama-sama tidak tahu," jawab Rasulullah Saw. diplomatis.

        "Jika demikian, beri tahu aku tanda-tanda hari kiamat."

        "(Diantara) tandanyajika seorang budak melahirkan tuannya, maksudnya adalah ketika terjadi pembangkangan anak kepada orang tua (murid kepada gurunya) semakin banyak sehingga seorang anak memperlakukan ayah ibunya, layaknya seorang majikan memperlakukan budaknya, yaitu dengan penghinaan, cacian, bahkan tidak segan memukul. Wal-iyadzu billah. Dan jika kamu melihat orang-orang pedesaan (yang rata-rata miskin) saling berlomba membangun bangunan yang tinggi," beliau menjelaskan.

        Setelah cukup lama berdialog dengan Rasulullah Saw. orang misterius tersebut pergi. Keesokan harinya, beliau bertanya kepadaku, "Umar, tahukaah kamu, siapa orang yang (kemarin) bertanya kepadaku?"

        "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu," jawabku

        "Ia adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan tentang (inti) agama yang kalian peluk" (HR. Muslim)

        Demikianlah salah satu metode pengajaran dialog yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melakukan pengajaran dengan cara dialog.

     

    6. Diskusi dan Dialektika

        Di antara metode Rasulullah Saw. dalam mengajar adalah dengan cara berdiskusi, dialektika, melakukan perbandingan secara logika, dan pendekatan psikologis. hal itu beliau lakukan untuk mencabut keraguan dan  kebatilan dari hati seseorang yang beranggapan bahwa hal yang batil itu bagus. Selain itu, metode tersebut dilakukan untuk menancapkan sugesti tentang kebenaran di hati seseorang yang sebelumnya enggan dan cenderung menjauhi kebenaran.

        Metode yang ditempuh Rasulullah Saw. ini merupakan petunjuk bagi para pengajar dan pendidik untuk menggunakan perbandingan secara logika dan rasional jika keadaan memang menuntut untuk melakukan hal itu.

        Rasulullah Saw. telah mencontohkan metode tersebut, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal dan Thabrani bahwa pada suatu hari, datang kepada beliau seorang pemuda yang meminta legalisasi untuk berzina. Mendengar permintaan ini, beliau tidak langsung memarahinya (padahal sahabat di sekitar beliau sudah hampir meluapkan kemarahan melihat kelancangan pemuda itu). Beliau juga tidak menggunakan dalil Al-Quran yang menegaskan haramnya zina. Tetapi, beliau menyuruh pemuda tersebut untuk mendekat kepadanya. Dengan sangat bijak, diajaknya pemuda itu untuk berdiskusi.

        "Kamu suka tidak, andai ibumu dizinai orang ?"

    tanya Rasulullah Saw.

        "Tidak wahai Rasulullah, demi Allah ! Tak ada seorang pun yang mau ibunya dizinai," jawab sang pemuda

        "nah, kalau putrimu dizinai, apakah kamu rela?"

        "Tidak ya Rasulullah, demi Allah ! Semoga Allah menjadikanku tebusan bagimu karena tidak ada orang yang rela putrinya di zinai"

        Rasulullah Saw. terus menanyai pemuda tersebut. Seandainya hal itu menimpa saudarinya dan bibinya, apakah ia rela? Ternyata, jawaban pemuda itu pun tetap sama.

        Setelah mendengar pengakuan jujur dari sang pemuda, Rasulullah Saw. menaruh telapak tangannya di pundak pemuda itu seraya berdoa, "Ya Allah, ampunilah ia, bersihkan hatinya, dan jagalah kemaluannya."

         Semenjak berdiskusi dan mendapat nasihat dari Rasulullah Saw. pemuda tersebut tidak lagi memiliki pikiran dan keinginan untuk berzina.

        Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah Saw. juga mencontohkan metode diskusi dalam memberikan pengajaran. Pada saat Hari Raya, Rasulullah Saw. melewati sekelompok wanita. Beliau kemudian berujar, "Wahai kaum wanita, perbanyaklah kalian bersedekah. Sebab, aku melihat penduduk neraka yang paling banyak terdiri dari kaum wanita."

        "Bagaimana bisa begitu, wahai Rasulullah ? "tanya para wanita itu dengan perasaan bergidik.

        "Sebab, kalian terlalu banyak mencaci dan sering tidak bisa berterima kasih kepada suami. Sungguh, aku tidak melihat orang yang minus akal dan agamanya yang sanggup melenakan lelaki yang teguh dan kuat hatinya, melainkan kalian, kaum wanita," jawab beliau.

        Para wanita itu, kemudian bertanya, "Lalu apa kekurangan akal dan agama kami, wahai Rasulullah?"

        Dengan bijaksana, beliau menjawab sambil bertanya, "bukankah kesaksian satu wanita itu sama dengan setengah laki-laki?"

        "ya, benar."

        "Nah, hal itu menunjukkan kekurangan pada akal wanita. Dan, bukankah jika sedang menstruasi kalian tidak shalat dan juga tidak puasa?"

        "Ya, benar"

        "nah, itulah yang menunjukkan kekurangan pada agama kalian." (HR. Bukhari dan Muslim)

         Untuk diketahui Sabda Rasulullah Saw. ini harus kita cermati dengan baik. Walaupun di neraka kaum wanita jumlahnya banyak, bukan berarti kaum wanita sedikit di surga.Penduduk surga dari kalangan wanita juga lebih banyak, bahkan jumlahnya berlipat dibandingkan jumlah kaum laki-laki. Dengan perhitungan dan perbandingan setiap satu laki-laki di surga kelak, paling sedikit memiliki dua isteri dari dunia (bagaimana jika di dunia ia poligami lebih dari dua?) hal ini belum termasuk bidadari yang berasal dari surga. Wallahu a'lam  (dilihat dari buku Maa laa'Ainun Roat karya Dr. Sayyid Muhammad al - Maliki)

        Contoh-contoh tersebut merupakan salah satu metode diskusi yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dalam menyampaikan ilmu dan bentuk pengajaran. Metode tersebut, saat ini sudah banyak dipraktikkan terutama di kalangan pelajar tingkat tinggi.

     

    7. Observasi terhadap Kecerdasan Murid

        Dalam menyampaikan ilmu atau mengajar, Rasulullah Saw. tidak hanya sekadar menyampaikan wahyu, pesan-pesan profetik, dan nilai-nilai moral dengan stagnan, sedangan para sahabat hanya mendengarkan dan menerima. Namun, beliau juga melakukan tes untuk mengetahui tingkat kepahaman mereka dan hingga sejauh mana bisa menangkap semua yan disampaikan. Hal ini dilakukan untuk merangsang agar mereka mau berpikir, menggali bakat, dan mengeksplorasi kemampuan yang terpendam dalam diri mereka.

        Metode observasi yang dicontohkan oleh Rasululllah Saw. diungkapkan dalam sebuah hadist yang disampaikan oleh Abdullah bin Umar (putra Umar bin Khatab). Ia bertutur, "ketika kami sedang bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba datang seorang yang memberi hati pohon kurma, beliau pun langsung memakannya sambil menikmati hidangan itu, beliau bersabda, "sesungguhnya, di antara sekian banyak pepohonan, ada satu pohon yang memiliki fungsi seperti orang muslim. Pohon tersebut daunnya tidak gugur, tidak tercerai berai, dan selalu menghasilkan buah dalam setiap waktu atas izin Allah Swt. Sesungguhnya pohon itu bagaikan orang muslim yang selalu berguna (mulai dari akar, batang, daun, buah, dan bijinya). Katakan padaku, pohon apakah itu ?"

        Abdullah bin Umar, kemudian meneruskan ceritanya, "semua orang yang ada di majelis itu menjawab pertanyaan Rasulullah Saw. dengan berbagai macam pohon. Sementara itu, di hatiku tersirat bahwa pohon tersebut adalah pohon kurma. Namun, aku malu mengatakannya karena saat itu aku masih anak-anak dan paling kecil di antara mereka. aku hanya diam saja, apalagi disitu ada Abu Bakar dan ayahku (keduanya diam, tidak ikut menjawab) Tak satu pun jawaban para sahabat yang benar, akhirnya mereka menyerah.

        Mereka kemudian bertanya kepada Rasulullah Saw. "Wahai Rasulullah, beritahukan kepada kami pohon apakah itu ?"

        "Pohon kurma," jawab beliau

        " setelah majelis bubar, aku berkata kepada ayahku, 

        "Demi Allah, Ayahanda ! Tadi di hatiku terlintas bahwa pohon itu adalah pohon kurma"

        "Lalu, kenapa tidak kamu jawab, Anakku?" Kata ayahku, Umar bin Khatab

        "aku malu, ayah. Apalagi aku paling kecil," kataku.

        "Andaikan tadi kamu menjawab, Anakku, aku akan sangat bangga sekali," jawab ayahku (HR Bukhari dan Muslim) 


    8. Analogi atau Kias

        Dalam mengajar, sesekali Rasulullah Saw. menggunakan analogi (perbandingan secar kias dengan bentuk yang sudah ada) terhadap suatu hukum atau ajaran yang kurang bisa dipahami oleh sebagian sahabat. Selain itu, beliau juga menjelaskan sebab-sebab dibuatnya sebuah hukum.

        Dengan metode perbandingan atau analogi itu, mereka pun bisa memahami terhadap suatu hukum dan tujuan diterapkannya suatu syariat (maqasid at-tasyri)

        Metode tersebut pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. saat seorang perempuan dari suku Juhainah bertanya kepada beliau, "sesungguhnya, ibu saya bernadzar untuk melaksanakan haji. Namun, hingga meninggal, ibu saya belum sempat berhaji untuk melaksanakan nadzarnya itu. Apakah saya bisa berhaji (menggantikannya) atas nama ibu?" 

        "Ya bisa. Bukankah jika ibumu mempunyai utang dan belum sempat dilunasinya, kemudian ia meninggal, kamu juga kan yang melunasi hutangnya?" jawab beliau.

        "Ya memang begitu," kata wanita itu lega (HR. Bukhari) 

           Dalam kesempatan yang lain, salah satu sahabat bertanya kepada beliau, "ya Rasulullah, apakah jika kita bersetubuh dengan istri, kita mendapatkan pahala?"

        "Kenapa tidak? Bukankah jika kalian bersetubuh dengan wanita lain (berzina) juga mendapat dosa?

        Begitu juga jika kalian bersetubuh dengan wanita yang halal bagi kalian (istri-istri kalian), maka kalian juga akan mendapat pahala," jawab beliau (HR. Muslim)  

     

    9. Alegori dan Persamaan

        Dalam banyak kesempatan saat mengajar, Rasulullah Saw. juga menggunakan metode alegori (perumpamaan) untuk menjelaskan suatu makna dari ajaran yang beliau sampaikan. Dalam setiap penjelasan yang diutarakan, beliau menggunakan media benda yang yang banyak dilihat, dirasakan, dan yang biasa mereka pegang.

        Metode ini sangat memudahkan seorang pelajar untuk mendeskripsikan suatu masalah yang kuran jelas. Metode alegori banya digunakan oleh para pengajar sastra. Selain itu, hampir semua pengajar sepakat bahwa penggunaan alegori dan persamaan (tasybib) memiliki pengaruh besar dan sangat membantu dalam menjelaskan sebuah arti yang samar dan kurang  jelas.

        Didalam Al-quran banyak ayat yang menggunakan perumpamaan. Metode al quran inilah yang banyak digunakan oleh Rasulullah Saw. dalam forum-forum pidato, orasi, dan cara mengajar beliau.

        Ada beberapa ulama yang mengumpulkan hadist-hadist Rasulullah Saw. yang menggunakan metode perumpamaan (dharbul Amstal) dalam kitab tersendiri. Misalnya, Abul Hasan al-Askari (w.310 H), Abu ahmad al-askari, dan Al-Qadhi al- hasan bin abdurrahman ar-Ramahurmuzi. Kitab-kitab karya mereka telah dicetak dan banyak beredar dalam masyarakat.

        Mengenai ini, Rasulullah Saw. telah mencontohkannya dalam sebuah haidst, sebagaimana sabda beliau, "Perumpamaan orang mukmin yang membaca al Quran it, laksana buah jeruk yang wangi aroma dan enak rasanya. Sedangkan orang mukmin yang tidak membaca al Quran itubagaikan buah kurma, enak rasanya, tetapi tidak ada aromanya. Adapun orang munafik yang membaca al quran, seperti bunga yang harum baunya, tetapi rasanya pahit. Dan orang munafik yang tidak membaca al quran, sebagaimana jadam yang pahit rasanya juga tidak ada aromanya." (HR.Abu Daud)

         Dalam hadist yang lain, Rasulullah Saw. juga bersabda, "Perumpamaan seorang teman yang baik, seperti minyak wangi. Jika kamu  diberinya sedikit kamu akan mendapat harum wanginya. Sedangkan teman yang buruk, bagaikan seorang pandai besi. Jika kamu tidak terkena percikan apinya, maka kamu terkena asapnya."

        Dengan adanya sebuah perumpamaan, suatu permasalahan yang sebelumnya terlihat samar akan tampaklebih jelas dan bisa lebih kuat menancap dalam hati dan ingatan.


    10. Visualisasi dengan Gambar

        Ternyata, sejak 1.400 tahun yang lalu, Rasulullah Saw. telah terlebih dahulu menggunakan metode visualisasi dengan gambar dalam mengajar. Beliau menjelaskan suatu hal dengan cara membuat gambar yang menggunakan media permukaan tanah.

        Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, "Ketika kami sedang duduk (belajar) bersama Rasulullah Saw., beliau lalu membuat garis lurus diatas tanah dengan tangannya, seraya berujar, 'Ini adalah jalannya Allah Swt.'

        Setelah itu, beliau membuat masing-masing dua garis di sisi kanan dan kiri garis pertama, sambil bersabda, "yang (empat garis) ini, adalah jalan-jalan setan. Kemudian beliau menaruh tangan beliau di garis pertama (yang kini berada di tengah) sambil membaca sebuah ayat al quran sebagai berikut :

    "Dan, bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan -Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlahkamu mengikuti jalan-jalan yang lain. Karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan Nya.  Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa." (QS. al-An'aam {6} : 153)

        Dalam hadist lain yang disampaikan oleh Abdullah bin Mas'ud, ia berkata, "Rasulullah Saw. membuat gambar persegi empat, lalu menggambar garis panjang ditengah persegi empat tersebut dan keluar melewati batas persegi itu. Kemudian, beliau juga membuat garis-garis kecil di bagian samping dalam garis persegi tadi." (HR. Bukhari)

        Tentang garis tersebut, Rasulullah Saw. bersabda,

    "Ini adalah manusia, dan (persegi empat) ini adalah ajal yang mengelilinginya, lalu garis (panjang)yang keluar ini adalah cita-citanya. Sedangkan garis-garis kecil ini adalah pengahalangnya. Jika tidak (terjebak) dengan (garis) yang ini maka akan terkena (garis) yang ini. Jika tidak terkena (garis) yang tersebut maka akan terkena (garis) yang sesudahnya. Jika tidak mengenai semua ( penghalang) tadi maka ia pasti mengalami usia yang tua renta."

        Melalui visualisasi gambar tersebut, Rasulullah Saw. menjelaskan di hadapan para sahabat tentang manusia dan cita-citanya, serta keinginan yang luas dan banyak. Semua keinginan tersebut bisa terhalang oleh berbagai macam penyakit, usia tua, dan datangnya ajal. hal tersebut bertujuan untuk memberi nasihat kepada mereka agar tidak hanya sekedar melamun, berangan-angan (tanpa realisasi), dan mengajarkan mereka untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian. 

        Dalam riwayat yang lain, Rasulullah Saw. juga membuat empat garis di atas tanah. Kemudian, beliau bertanya kepada para sahabat, "Tahukah kalian, apa maksudku menggambar garis-garis ini?"

        "Allah dan rasul-Nya lebih tahu," jawab mereka. 

        "Ini adalah empat wanita termulia dari penduduk surga, yaitu Khadijah binti Khuwailid (istriku), Fatimah binti Muhammad ( putriku), Maryam binti Imran (ibunda Nabi Isa As), dan Asiah binti Muzahim (istri Fir'aun)." 

     

    11. Menggunakan Isyarat Gerak Tangan saat Menerangkan

        Menggunakan gerakan dan isyarat tangan saat mengajar merupakan salah satu cara untuk membuat murid bisa memahami materi yang disampaikan. Dalam hal ini, guru tidak hanya sekedar duduk membacakan atau menerangkan pelajaran tanpa melakukan gerakan sama sekali. 

        Rasulullah Saw. pun sangat memperhatikan cara pengajaran seperti ini. Tak jarang saat menerangkan, Beliau juga melakukan gerakan tangan agar lebih mudah menancapkan kepahaman dalam benak para sahabat, terlebih saat beliau berpidato dan berkhotbah.

        Tentang hal ini, Rasulullah Saw. bersabda, "Antara sesama orang mukmin itu laksana sebuah bangunan. Mereka saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya (seraya beliau mencengram erat antara jari jemari kedua tangan beliau)." (HR. Bukhari dan  Muslim)

        Dalam riwayat lain,Rasululllah Saw. juga bersabda, "Aku dan pengasuh anak yatim seperti ini(sambil mengangkat dan menunjukkan jari telunjuk dan jari tengah beliau yang saling berhimpitan) disurga kelak." (HR. Bukhari)

     

      12. Penggunaan Alat Peraga

        Menggunakan alat peraga dalam pengajaran termasuk salah satu cara untuk membantu murid dalam memahami materi pelajaran. Saat ini, hampir semua pendidikan modern sudah menggunakan metode ini.

        Sebelum dunia pendidikan modern menggunakan alat peraga, Rasulullah Saw. telah terlebih dahulu mempraktikkannya. Misalnya, ketika beliau melarang penggunaan suatu benda, beliau akan mengangkat dan menunjukkan benda tersebut di hadapan para sahabat untuk lebih menekankan larangan dan keharaman benda tersebut.

        Mengenai ini, Sayyidina Ali bin Abi Thablib Ra. pernah bercerita, "Rasulullah Saw. mengambil (dan memegang) sutra ditangan kirinya dan emas di tangan kananya. Kemudian, kedua benda tersebut diangkat oleh beliau (agar para sahabat bisa melihatnya). Lalu, beliau bersabda, "Sesungguhnya, dua benda ini (emas dan sutra) haram bagi kaum laki-laki, tapi halala bagi kaum wanita." (HR. Abu Daud, Nasa'i, dan Ibnu Majah)

        Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah Saw. mengambil sejumput bulu unta hasil rampasan perang, sambil menunjukkan bulu unta tersebut, beliau bersabda, "Bagain (jatah) yang aku dapat dari harta rampasan ini, sama dengan yang kalian dapat. Awas jangan korupsi ! Sebab, korupsi adalah kehinaan bagi pelakunya pada hari kiamat kelak." (HR. Ahmad).

     

    13. Memberikan Keterangan Langsung

        Terhadap suatu hal yang dianggap sangat penting, Rasulullah Saw. sering kali menyampaikan dan menerangkannya secara langsung tanpa menunggu pertanyaan dari para sahabat atau justru beliau yang memancing timbulnya pertanyaan mereka.

        Dalam hal ini, biasanya Rasulullah Saw. memberikan jawaban terhadap keraguan para sahabat, sebelum keraguan itu muncul. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi agar keraguan tersebut tidak mengakar ke dalam jiwa dan berdampak negatif di kemudian hari.

        Dalam sebuah hadist dari Abu Hurairah Ra. Rasulullah saw. bersabda "setan datang kepadamu dan berbisik dalam hatimu, 'siapa yang menciptakan ini? siapa yang menciptakan itu?,' hingga kemudian sampai pada pertanyaan, 'siapa yang menciptakan Tuhanmu?' Jika didalam hati kalian sudah sampai pada pertanyaan ini, segeralah berlindung kepada Allah Swt. (dari bisikan setan) dan hapuslah pikiran itu. Lalu, meludahlah tiga kali ke samping kiri kalian." (HR. Bukhari dan Muslim)

     

     14. Menjawab setiap Pertanyaan dan Menstimulus Murid agar Berani Bertanya

        Seorang pengajar yang baik akan menjawab dengan bijak setiap pertanyaan murid-muridnya, sekaligus mendorong mereka untuk selalu berpikir kritis dan berani bertanya. Sebab, bisa jadi ada hal-hal penting yang tidak terlintas dalam pikiran seorang pengajar, namun terpikirkan dalam benak muridnya yang berhubungan dengan materi yang sedang dibahas dan disampaikan.

        Tentang metode tersebut, Rasulullah Saw. telah mencontohkan, bahkan sangat menganjurkannya. Dalam sebuah hadist, beliau bersabda, "Sesungguhnya obat dari kebodohan adalah bertanya."

        "Maka, bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui." (QS. an-Nahl {16}:13)

        Mengingat begitu pentingnya untuk bertanya, sebuah pameo yang sangat terkenal mengatakan, "malu bertanya, sesat di jalan". Bahkan, banyak diantara hukum, syariat, dan ajaran agama yang diajarkan agama oleh Rasulullah Saw. timbul melalu pertanyaan yang diutarakan oleh para sahabat. Atas anjuran ayat dan dorongan dari beliaulah, mereka  pun banyak bertanya tentang hal-hal yang masih muskil dan kurang jelas. Dan, banyak di antara kitab-kitab hadist yang berisi dengan contoh metode ini.

        Sebuah pertanyaan merupakan hal yang wajar dan seharusnya terjadi dalam kegiatan belajar-mengajar, apalagi dalam proses tanya jawab. Dengan adanya metode tanya jawab diharapkan terjadi hubungan interaktif antara guru dan murid. Selain itu, menjadi keharusan bagi seorang guru untuk memberikan semangat dan memotivasi muridnya untuk berani bertanya. Sebab, dengan bertanya, seorang murid akan mengalami perkembangan yang pesat terhadap otak dan membuka cakrawala berpikirnya.

     

     15. Menjawab Satu Pertanyaan dengan Dua Jawaban atau Lebih

        Dalam aktivitas belajar-mengajar, pada umumnya seorang guru akan menjawab satu pertanyaan dengan satu jawaban. Namun, hal ini berbeda dengan metode pengajaran yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Beliau akan menjawab satu pertanyaan dengan dua jawaban, bahkan lebih. Selain itu, jawaban yang disampaikan oleh beliau selalu berhubungan dan berkaitan satu dengan yang lainnya. Di samping itu, hal itu dilakukan untuk memberikan pelajaran tambahan kepada para sahabat.

          Contoh yang lain juga disebutkan dalam sebuah hadist yang menerangkan bahwa pada waktu sedang musim haji, ada seorang perempuan bertanya kepada Rasulullah Saw. sambil mengangkat anaknya, "wahai Rasulullah, apakah anak kecil ini juga sah hajinya?"

        Beliau lalu menjawab, "Ya, sah, kamu juga mendapat pahalanya."

        Jawaban Rasulullah Saw. tersebut sekaligus menegaskan bahwa selain mendapat pahala dari ibadah yang dilakukannya, sang ibu juga mendapat pahala karena telah bersusah payah membawa anaknya yang masih kecil untuk menunaikan ibadah haji. Jawaban yang kedua adalah tambahan, walaupun itu penting disampaikan karena berkaitan dengan pertanyaan pertama dan sebagai tambahan ilmu bagi ibu yang bertanya itu.

     

    16. Mengalihkan Pembahasan

        Dalam keadaan tertentu, seorang pengajar diperbolehkan untuk tidak menjawab semua pertanyaan muridnya. Seorang guru harus melihat situasi, kondisi, materi yang sedang dibahas, serta kebijakan tersendiri yang diketahui oleh seorang pengajar. Dalam hal ini, Rasulullah Saw. terkadang juga melakukannya dengan membelokkan pembahasandan mengalihkan pembahasan.

        Suatu saat, ada orang yang bertanya Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, kapan hari kiamat akan terjadi? "

        "Apa yang kamu siapkan untuk menyongsongnya?" beliau balik bertanya kepada orang itu.

        "Aku tidak menyiapkan banyak shalat, puasa, atau sedekah. Tetapi, cukup bagiku dengan cinta kepada Allah dan rasul-Nya," jawab orang itu

     

    17. Meminta Murid untuk Mengulangi Pertanyaanya

        Terkadang, untuk sebuah pertanyaan yang pernah di jawab, Rasulullah Saw. akan menyuruh orang yang bertanya atau orang lain untuk kembali bertanya dan mengulangi yang ditanyakan sebelumnya. Hal itu beliau lakukan dengan tujuan untuk memberikan jawaban susulan, sekaligus menambahkan ilmu dan keterangan, serta memantapkan pemahaman terhadap yang lainnya.

        Dalam sebuah hadist dari Abu Qatadah dikisahkan bahwa pada suatu hari, Rasulullah Saw. berkhotbah dan mengingatkan bahwa jihad fi sabilillah, serta beriman kepada Allah Swt. adalah amalan yang terbaik. Kemudian, ada seseorang yang berdiri dan bertanya kepada beliau, "wahai Rasulullah, bagaimana jika saya gugur karean membela agama Allah, apakah semua dosa-dosa saya diampuni?"

        "Ya, jika kamu gugur di jalan-Nya dengan hati yang sabar, mengharap pahala-Nya, serta terus maju (berjuang) pantang mundur," jawab beliau.

        Tak lama kemudian, Rasulullah Saw. kembali berujar, "Bagaimana? Apa yang kamu tanyakan tadi?"

        "Bagaimana jika saya gugur karena membela agama Allah, apakah semua dosa-dosa saya diampuni? kata orang itu lagi.

        "Ya, jika kamu sabar, mengharap pahala, maju terus pantang mundur, kecuali (jika kamu mempunyai) utang(dan itu kamu harus lunasi) Sesungguhnya, Jibril berkata begitu kepadaku, "jawab beliau menutup khotbah (HR. Muslim dan Nasa'i)

         Mengenai ini beliau bermaksud, jika memiliki utang kepada orang lain, tanggungan utang tidak bisa gugur dalam mati syahid, tetapi tetap harus dilunasi olehnya atau pewarisnya. Sebagaimana diketahui, Rasulullah Saw. tidak pernah mau menshalati jenazah orang yang masih memilki hutang, kecualia ada yang mau menanggung utang orang itu, barulah beliau bersedia untuk menshalatinya. 



    18. Melatih Kepekaan Murid dengan Melempar Alih Pertanyaan

        Salah satu metode Rasulullah Saw. dalam melatih dan mendidik para sahabat adalah dengan memberi tugas kepada mereka untuk menjawab persoalan yang ditanyakan kepada beliau. Dengan kata lain, jika ada pertanyaan dari mereka, beliau tidak menjawab langsung pertanyaan itu sendiri, tetapi menyuruh salah satu di antara mereka untuk menjawabnya dihadapan beliau.

           Contoh dari metode ini telah dijelaskan dalam sebuah hadist, sebagaimana yang dituturkan oleh Abdullah bin Amru bin 'Ash (putra Amru bin 'Ash) Pada suatu hari, datang kepada Rasulullah Saw. dua orang yang sedang bersengketa (mengadukan sesuatu yang sedang terjadi di antara keduanya). Namun, beliau tidak menyelesaikan sendiri persengketaan itu, tetapi menyuruh ayahku, Amru bin 'Ash untuk memberikan keputusan (atas persengketaan tersebut. Tentu saja ayahku terheran-heran, lalu ia bertanya "Bukankah engkau ada di sini wahai Rasulullah?"

        "Ya," jawab beliau

        "Lalu, apa yang harus aku putuskan (jika engkau ada)," tanya ayahku lagi 

        "Jika kamu berijtihad dan kamu benar, kamu mendapat sepuluh pahala.Jika ijtihadmu salah, kamu hanya mendapat satu pahala" ujar Rasulullah Saw (HR. Ahmad dan Daraquthni)

        Untuk informasi Riwayat ini merupakan riwayat termasyhur seputar itjihad adalah jika benar dalam berijtihad maka mendapat dua pahala, Namun, jika salah hanya mendapat satu pahala.

        Kejadian yang sama juga pernah disaksikan oleh Uqbah bin Amiral-Juhani. Suatu waktu, ada seseorang datang kepada Rasulullah Saw. yang meminta beliau untuk menafsiri mimpinya. Beliau tidak langsung menafsiri mimpi tersebut sendiri, tetapi menyuruh Abu Bakar as - Shiddiq untuk menafsirkannya. Dan, jika penafsiran Abu Bakar salah, beliau yang mengklarifikasi dan meluruskannya.

        Metode seperti ini  sangat penting dilakukan untuk melatih para murid agar memiliki kepekaan dan melatih kecerdasan mereka sehingga mampu menjab setiap persoalan yang akan mereka hadapi kelak.


    19. Melakukan Tes  dan Uji Coba

        Sebagai pengajar, Rasulullah Saw. tahu terhadap semua yang harus dilakukan demi suksesnya proses belajar-mengajar. Terkadang, dalam kesempatan tertentu, untuk mengetahui kecerdasan, tingkat pengetahuan, kepahaman, dan ingatan para sahabat  terhadap semua yang telah diajarkan, beliau melakukan tes dan ujian kepada mereka. Jika jawaban mereka tepat, beliau memujinya dan menepuk-nepuk dada sahabat tersebut, sekaligus mendoakannya sebagai tanda rasa bangga dan bahagia atas jawaban yang sangat memuaskan itu.

        Contoh dari metode tersebut pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. terhadap Ubay bin  Ka'ab. Beliau bertanya kepadanya, "Abul Mundzir (panggilan ke Ubay), ayat apa didalam al-quran yang paling agung?"

        "Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu," jawab Ubay.

        Rasulullah Saw. kembali mengulangi pertanyaan tersebut, "Abul Mundzir ! Kamu tahu tidak, ayat apa yang paling agung dalam al - quran?"

        "Ayat kursi," jawab Ubay pada akhrinya.

        Rasulullah Saw. pun dengan bangga menepuk-nepuk dada Ubay, "Bagus, bagus wahai Abul Mundzir."

        Contoh lain yang sangat terkenal sehubungan metode tersebut adalah ketika Rasululllah Saw. mengutus Mu'adz bin Jabal untuk berdakwah ke Yaman. Sebelum berangkat, beliau menguji kemampuan dan kelayakannya.

        "Jika ada suatu kejadian, apa yang akan kamu lakukan, dan dengan apa kamu memutuskannya?"

        "Aku, akan putuskan dengan kitab Allah(al-quran)" Jawab Mu'adz

        "Jika kamu tidak menemukannya di dalam al-quran?" 

        "Aku putuskan dengan sunnnah rasul (hadist)."

        "Jika tidak kamu temukan dalam sunnah rasul, apa yang akan kamu lakukan?"

        "Aku berijtihad dengan menggunakan pendapatku sendiri sesuai dengan Al-Quran dan hadist, tanpa menguranginya (juga tidak berlebihan dalam menambahnya)."

        Rasulullah Saw. menepuk dada Mu'adz seraya berujar, "Alhamdulillah, yang telah memberikan ketepatan (berpikir) kepada rasul-Nya dan terhadap sesuatu yang diridhai (dan membuat puas) hati rasul- Nya." ( HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

     

    20. Melakukan Konsensus terhadap Sesuatu dengan Tanpa Kata

        Metode konsensus ini adalah salah satu bagian dari definisi sunnah. Sunnah adalah segala ucapan, tindakan, sifat-sifat, dan iqrar atau taqrir (persetujuan) Rasulullah Saw. Metode tersebut oleh para pakar ilmu ushul fiqh dan ulama hadist disebut  taqrir, yaitu sesuatu yang terjadi di hadapan Rasulullah Saw. atau sesuatu yang didengar dari ucapan dan perbuatan para sahabat beliau (yang dilakukan tanpa diajarkan terlebih dahulu),dan beliau menyetujui ucapan atau tindakan tersebut dengan diam (tanpa kata).

        Nah, diamnya Rasullah Saw. ini menunjukkan diperbolekannya ucapan atau tindakan yang dilakukan oleh para sahabat. Terkadang, sebagai pengajar, kita juga mendapatkan  hal yang seperti itu justru muncul dari inisiatif murid sendiri. Jika hal itu benar, kita bisa menyetujuinya tanpa harus berbicara. Namun, jika salah, kita harus menegur dan meluruskannya.

        salah satu contoh taqrir (persetujuan ) yang ditunjukkan oleh Rasulullah Saw., yaitu ketika beliau mengutus 300 sahabat dalam ekspedisi Dzat as- Salasil di bawah komando salah satu jendral Islam, Amru bin 'Ash. Pada saat itu, musim dingin sedang dalam puncaknya. Suatu malam, Amru bin 'Ash bermimpi basah, dan karena takut sakit jika mandi besar dalam cuaca seperti itu, ia pun tidak mandi junub, tetapi hanya bertayammum dengan debu. setelah itu, ia mengimani shalat jamaah bersama pasukan yang dipimpinnya.

        Setibanya di Madinah, para sahabat melaporkan semua yang telah dilakukan oleh Amru kepada Rasulullah Saw. sebab, beliau tidak pernah mengajarkan kepada mereka tentang hal tersebut.

        Rasulullah Saw. kemudian memanggil Amru bin 'Ash, "Amru, benarkah kamu memimpin shalat berjamaah, sementara kamu junub (berhadats besar) ?"

        Kemudian, Amru menjelaskan kepada Rasulullah Saw. alasan yang mencegahnya untuk mandi, sambil menyitir ayat al-Qur'an sebagai berikut:

        "...Dan, janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS. an-Nisaa' {4}:29)

        Mendengar jawaban Amru bin 'Ash, Rasulullah Saw. hanya tertawa dan tidak berkata apa-apa. (HR. Abu Daud).

        Dari contoh tersebut, Rasulullah Saw. tidak menyalahkan tindakan Amru juga tidak menyuruh untuk mengulangi shalatnya (shalatnya tetap sah), dan inferensi (istidlal) diperbolehkannya tayammum saat cuaca sangat dingin. Dari kejadian tersebut juga ditegaskan bahwa beliau tidak pernah menyetujui hal-hal yang salah dan batil. 


    21. Mencari dan Memanfaatkan Momentum yang Baik.

        Sebagai seorang pengajar, kita selalu dituntut untuk peka terhadap situasi dan suasana saat berlangsungnya proses belajar-mengajar, sekaligus memanfaatkan mood para murid dalam menyampaikan materi. Usahakan semua yang diajarkan atau cara kita mengajar, tidaklah mononton. Sebab, hal itu bisa membuat murid merasa bosan.

       Rasulullah Saw. sering memanfaatkan kesempatan yang baik dari terjadinya suatu peristiwa untuk menyampaikan pelajaran dan pendidikan kepada para sahabat. Beliau juga sering menghubungkan suatu kejadian dengan ajaran dan ilmu yang ingin disampaikan kepada mereka. Dengan metode tersebut, ilmu yang disampaikan dapat lebih dipahami dan menancap dimemori otak para murid. Sebab, penjelasannya lebih jelas dan gamblang dengan adanya contoh peristiwa yang terjadi langsung di depan mata mereka.

        Tentang metode ini, Rasulullah Saw. pernah memberi contoh. Suatu hari, beliau berjalan-jalan untuk meninjau pasar dengan disertai oleh beberapa sahabat. Begitu sampai dipasar, orang-orang pun langsung berkumpul mengerumuni beliau. Saat berkeliling, pandangan beliau tertuju pada seonggok bangkai kambing yang bertelinga kecil. Kemudian beliau mengambil bangkai tersebut dan memegang telinganya, lantas beliau bersabda, "Siapa diantara kalian yang mau membeli (bangkai) ini dengan satu dirham saja?"

        "tak seorang pun dari kami yang mau wahai Rasulullah, buat apa (bangkai kambing ini)?" mereka menjawab. 

        "Kalau gratis, mau tidak ?" tanya Rasulullah Saw. lagi.

        "Demi Allah, walaupun hidup, kambing ini saja sudah cacat karena bertelinga kecil, apalagi sudah mati?" jawab mereka lagi.

        "Demi Allah, sesungguhnya harta dunia bagi Allah Swt. lebih rendah daripada (kambing) ini bagi kalian," tukas Rasulullah Saw. dengan  tenang." (HR. Muslim).

        Pada kesempatan lain, Rasulullah Saw. sedang duduk di bawah langit terbuka bersama para sahabat saat malam bulan purnama. Tak lama setelah melihat bulan purnama, beliau bersabda, "Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian pada hari kiamat kelak, sebagaimana kalian melihat bulan purnama itu. Dan, kalian tidak akan berdesak-desakan dalam melihatnya?" (HR. Bukhari)

        Rasulullah Saw. selalu memanfaatkan momentum atau kesempatan saat para sahabat menyaksikan bulan pada malam purnama yang terang benderang untuk menjelaskan bahwa melihat Allah Swt. di akhirat kelak bagi orang-orang yang beriman dapat begitu jelas, mudah, dan tidak perlu berdesak-desakan, sebagaimana mereka melihat bulan pada saat malam purnama.


    22. Selingan joke, Kelakar, dan Bersenda Gurau saat Mengajar.

        Sebagai pengajar, kita dituntut untuk selalu peka terhadap kondisi psikologis murid. Jangan sampai mereka tegang dan merasa terbebani oleh materi yang disampaikan. Sebisa mungkin, kita harus bisa membuat mereka mencintai pelajaran yang disampaikan. Sebab, kecintaan murid terhadap suatu mata pelajaran merupakan kunci kesuksesan kegiatan belajar - mengajar, terutama untuk pelajaran - pelajaran eksakta.

        Saat melihat dan merasakan bahwa para murid mengalami ketegangan dan kejenuhan, kita harus segera mengendorkan urat saraf mereka dengan sedikit bercanda. Buatlah mereka tersenyum atau tertawa dengan  canda yang ilmiah (bukan humor murahan). Sebab, dengan tertawa dan bercanda, pikiran murid akan fresh dan semangat belajar mereka bisa kembali bangkit.

        Sebuah kenyuataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa kebanyakan orang, bisa menyerap, dan mengambil pelajaran melalui senyuman, serta wajah yang berseri. Hal ini akan sangat berbeda jika para murid merasa terintimidasi dan tertekan dengan melihat wajah seorang guru yang muram tanpa senyum, apalagi jika diselingi bentakan dan umpatan.    

        Ketegangan saat belajar bisa melelahkan dan melumpuhkan pikiran para murid. Oleh karena itu, kelakar sederhana akan mengurangi, bahkan menghilangkan ketegangan itu, seberat apa pun materi yang disampaikan.

        Rasulullah Saw. pun dalam beberapa waktu tertentu menggunakan metode ini. Beliau juga bercanda dengan para sahabat saat sedang mengajar dan membuat mereka tersenyum. Ketika bercanda pun, beliau tidak mengatakan sesuatu, kecuali kebenaran. 

         Namun, harus diperhatikan ketika menggunakan metode bercanda dalam mengajar, seorang pengajar tidak boleh berlebihan dalam bercanda dan tertawa. Sebab, tawa yang berlebihan justru bisa membuat hati keras, bahkan bisa menjatuhkan wibawa. Metode tersebut dipergunakan sekadarnnya saja, terutama saat murid sudah terlihat jenuh. Dalam menerapkan metode ini, seorang pengajar harus tetap menjaga wibawa sehingga murid tetap hormat dan segan.

        Metode ini pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Ketika ada seorang nenek tua datang kepada beliau. Nenek tersebut bertanya, apakah ia akan masuk surga? Dengan bercanda, beliau menjawab kalau di surga tidak ada nenek tua sepertinya. mendengar jawaban itu, tentu saja ia terkejut dan bersedih (mengira bahwa dirinya tidak akan masuk surga). Namun, beliau segera menjelaskan bahwa orang yang masuk surga kelak akan menjadi muda, sehingga ia juga akan kembali muda seperti waktu masih gadis. Ia langsung tersenyum berseri-seri mendengar jawaban Rasulullah Saw.

        Dalam sebuah hadist dari Anas Ra. bahwa Rasulullah Saw. juga pernah bercanda dalam menjawab pertanyaan seseorang. Suatu waktu, ada seseorang meminta kepada beliau unta shadaqah agar bisa dijadikan sebagai pengangkut barang. Beliau kemudian menjawab permintaan orang itu, "ya, akan aku berikanmu anak unta betina, "mendengar jawaban Rasulullah, orang itu terheran-heran.

        "Wahai Rasulullah? Apa gunanya anak unta, pasti belum bisa mengangkut barang?" jawab orang itu yang memang menginginkan unta dewasa.

        "Lho, bukankah unta yang kamu minta tadi juga dilahirkan unta betina?" jawab Rasulullah seraya tersenyum simpul.

        Dengan berkelakar, Rasulullah Saw. memberi pengertian orang tersebut bahwa sesungguhnya unta jantan dewasa pun yang sudah sanggup mengangkut apa pun, sebelumnya juga dilahirkan oleh unta betina, induknya (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). 

            Maksud disini unta shadaqah adalah unta jatah yang didapat dari hasil shadaqah atau zakat para sahabat yang kaya, atau unta yang didapat dari hasil rampasan perang, dan dipelihara oleh pemerintahan Rasulullah waktu itu, dan diperuntukkan bagi yang berhak.



    23. Memantapkan Keterangan dengan Sumpah.

            Untuk menekankan pentingnya ajaran yang disampaikan atau untuk memperkuat sebuah hukum yang ditetapkan, terkadang Rasulullah Saw. menggunakan kata sumpah, sehingga para sahabat benar-benar memperhatikan hal itu.

            Untuk diketahui bahwa sumpah adalah hal yang biasa dipakai dalam kultur bangsa arab. Sumpah digunakan untuk menekankan dan meyakinkan terhadap suatu hal dan sangat umum digunakan oleh mereka. Sumpah bagi mereka adalah puncak cara untuk meyakinkan orang lain, dan tanda begitu pentingnya sesuatu yang disampaikan. 

            Tentang ini, Abu Hurairah Ra. Bercerita bahwa Rasulullah bersabda,

    Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan, Kalian tidak akan beriman hingga kalian saling mencintai (dan menyayangi). Maukah kalian kutunjukkan sesuatu, apabila kalian laksanakan pasti bisa saling mencintai? Terbarkan ucapan salam diantara kalian.” (HR. Muslim)

     

    24. Mengulangi Keterangan Sampai Tiga Kali

        Kemampuan motorik dan berpikir setiap murid pasti tidak akan sama. Di antara mereka ada yang cepat dan tanggap dalam menerima dan memahami keterangan yang disampaikan, namun ada juga yang lambat bahkan tidak paham sama sekali. Sebagai seorang pengajar yang baik, kita harus bijaksana dan sabar dalam menghadapi keadaan seperti itu.

        Hal ini sudah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. sebagai pemimpin dan panutan para pengajar, beliau telah mencontohkan sikap bijaksana dan sabar ketika mengajar, beliau telah mencontohkan sikap bijaksana dan sabar ketika mengajar. Beliau selalu mengulangi sebuah keterangan atau ajaran yang disampaikan, bahkan sampai tiga kali. Di samping agar bisa dipahami dengan lebih baik, hal ini juga akan membuat murid lebih menaruh perhatian terhadap pentingnya materi yang disampaikan.

        Metode ini banyak sekali ditemukan dalam beberapa kitab hadist. Para sahabat juga mengatakan bahwa Rasulullah Saw. jika berbicara dan menyampaikan ajaran, beliau selalu mengulanginya hingga tiga kali, sehingga kalimat-kalimat yang disampaikan bisa dipahami dengan baik oleh siapa saja yang mendengarnya.

     

    25. Menarik Perhatian Murid dengan Mengubah Posisi Mengajar

        Di samping mengulangi keterangan hingga tiga kali, untuk menarik perhatian dan isyarat akan pentingnya sebuah masalah, terkadang Rasulullah Saw. mengubah posisi duduk ketika mengajar. Jika awalnya menerangkan sambil duduk bersandar pada sesuatu, suatu waktu beliau duduk tegak.

        Hal tersebut terungkap dalam sebuah hadist yang menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. bertanya kepada para sahabat. Saat itu, beliau duduk bersandar, kemudian bersabda, “Apakah kalian mau tahu, dosa apa yang paling besar ?” tiga kali beliau mengulang pertanyaan ini.

        “Ya wahai Rasulullah” jawab para sahabat

        “Menyekutukan Allah dan durhaka kepada orang tua,” lanjut beliau saat masih duduk bersandar. Tiba-tiba beliau duduk bersandar. Tiba-tiba beliau duduk tegak sambil meneruskan jawaban yang belum selesai dirampungkan.

        “Dan sumpah, serta kesaksian palsu. Ingat ! Sumpah dan kesaksian palsu, sumpah dan kesaksian palsu.” (HR. Bukhari dan Muslim

     

     26. Menarik Perhatian dengan Berulang-ulang Memanggil Nama si Murid

    Dalam sebuah kesempatan, Rasulullah Saw. memanggil nama seorang sahabat secara berulang-ulang. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatiannya, sebelum menyampaikan sesuatu yang ingin beliau ajarkan.

    Mengenai metode ini, Rasulullah Saw. memberi contoh, sebagaimana sebuah hadist dari Mu’adz bin Jabal. Suatu saat, aku dibonceng oleh Rasulullah Saw. Beliau kemudian memanggilku,”Mu’adz !”

    “Ya, Wahai Rasulullah.”

    “Mu’adz!”

    “Ya, bagina Rasulullah.”

    “Mu’adz !”

    “Ya, duhai Rasulullah,”

    “ Tahukah kamu? Apa hak Allah yang harus dipenuhi oleh para hamba-Nya?”

    “Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu.”

    “Hak Allah yang harus dipenuhi hamba-Nya adalah, mereka menyembah dan tidak menyekutukan-Nya.”

    Lalu, kami berjalan lagi, dan Rasulullah Saw. kembali memanggilku.

    “Mu’adz”

    “Ya, wahai Rasulullah.”

    “Tahukah kamu? Apa hak seorang hamba yang akan dipenuhi oleh Allah Swt. jika ia menyembah dan tidak menyekutukan-Nya?”

    “Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu.”

    “Hak seorang hamba yang akan dipenuhi oleh Allah Swt. adalah tidak akan menyiksanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

     

    27. Menarik Perhatian Murid dengan Memegang Tangan atau Pundaknya

    Memegang tangan atau pundak sahabat merupakan salah satu metode pengajaran yang diterapkan oleh Rasulullah Saw. agar mereka lebih menaruh perhatian dan bisa mengingat terhadap semua yang telah diajarkan beliau.

    Tentang hal ini, Ibnu Mas’ud Ra. bercerita, “Rasulullah Saw. mengajariku lafal tahiyyat (sambil memegang telapak tanganku), sebagaimana beliau mengajariku surat-surat al-Qur’an. “ (HR. Bukhari dan Muslim)

    Dalam hadist yang lain, Abdullah bin Umar juga bertutur bahwa Rasulullah Saw. memegang pundaknya sembari bersabda, “ Hendaknya kamu merasa bahwa hidup didunia ini layaknya orang asing atau pengembara, atau anggaplah dirimu sebagai penduduk kuburan.” (HR. Bukhari dan Tirmidzi)

    Peristiwa seperti ini juga pernah dialami oleh Abu Dzar al - Ghifari. Saat itu, ia bertanya kepada Rasulullah tentang orang menunda-nunda shalat, beliau langsung menepuk paha Abu Dzar dan bersabda, “Shalatlah tepat pada waktunya” (HR. Muslim).

     

    28. Memancing Rasa Penasaran Murid

    Bermacam-macam cara yang dipakai oleh Rasulullah Saw. dalam mengajar dan mendidik para sahabat. Terkadang, beliau tidak mengajarkan secara langsung pelajaran yang akan disampaikan. Namun, beliau menyamarkan dan merahasiakannya tau memberi semacam sandi dan sindiran agar mereka penasaran dan mencari sendiri makan terhadap yang dimaksud beliau. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk melatih kepekaan, sekaligus agar berpengaruh di hati dan menancap dalam ingatan mereka.

    Dalam sebuah hadist, Anas bin Malik bercerita bahwa suatu hari dalam majlis yang biasa dilakukan, ia beserta sahabat yang lain duduk (belajar) bersama Rasulullah Saw. Lalu, beliau bersabda, “Sekarang ini ada orang yang mau datang (ke sini), dan ia termasuk penduduk surga.”

    Tak lama kemudian, seseorang pria masuk dan jenggotnya masih menetes sisa air wudhu, serta tangan kirinya menenteng sendal.

    Keesokan harinya, lagi-lagi Rasulullah Saw. berkata hal sama, dan lagi-lagi orang itu yang muncul dengan keadaan yang sama. Begitu pula pada hari ketiga.

    Setelah Rasulullah Saw. berdiri dan meninggalkan majlis, salah satu dari kami (yaitu Abdullah bin Amru bin ‘ash) diam-diam mengikuti orang tersebut. Ia terlihat begitu penasaran dengan semua yang dilakukan orang itu sehingga mendapat jaminan sebagai salah satu penduduk surga.

    Setelah beberapa hari menguntit orang tersebut, Abdullah melihat orang itu tidur dan ketika mengubah posisi tidurnya, ia selalu berdzikir menyebut nama Allah. Akhirnya (untuk menambah pengetahuan dan mengobati rasa penasarannya), Abdullah bertanya kepada orang itu tentang semua yang dilakukannya selama ini.

    “Aku tidak melakukan apa-apa, kecuali yang kamu lihat tadi. Selain itu, tidak pernah terlintas di hatiku untuk menipu sesama orang islam, juga tidak ada perasaan iri dan dengki dihatiku kepada orang lain yang diberi kenikmatan oleh Allah, “jawab orang itu.

    “Hal tersebut rupanya yang menyebabkan paman sampai pada derajat (tingkatan) tertinggi (dijamin sebagai penduduk surga), dan hal ini yang kami belum sanggup melakukannya,” kata Abdullah kemudian (HR. Ahmad)

    Ternyata, orang tersebut adalah Sa’ad bin Abi Waqash, salah satu diantara 10 sahabat yang dijamin oleh Rasulullah Saw. masuk surga

    Untuk diktahui para sahabat yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah Saw., yaitu Abu bakar as shiddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Sa’id bin Zaid, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin al-Awwam, Abdurahman bin Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqash

     

    29. Menyebut Akibat Terlebih Dahulu, sebelum Menyebut Sebab.

    Di antara salah satu cara Rasulullah Saw. dalam mengajar ialah dengan menyebutkan akibat suatu hal secara langsung, tanpa menjelaskan sebabnya terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk memancing para sahabat agar bertanya dan merangsang pikiran mereka untuk mengungkap terhadap hal yang diglobalkan oleh beliau. Selain itu, hal tersebut juga untuk membuat saraf motorik mereka bisa terus bekerja. Setelah itu, barulah beliau menjelaskan dengan rinci tentang semua yang dimaksud sehingga kepahaman bisa lebih menancap kuat dalam ingatan mereka.

    Suatu saat, Rasulullah Saw. duduk dengan para sahabat, tiba-tiba beliau berkata,”sungguh rugi !, Sungguh rugi !, sungguh rugi !”

    Hal itu membuat para sahabat terkejut dan terheran-heran, lalu mereka bertanya, “Siapa wahai Rasulullah?”

    “Seseorang yang masih menjumpai kedua orang tuanya atau salah satunya dalam keadaan tua, namun ia tidak bisa masuk surga.” (HR. Muslim)

    Maksud dari hadist yang menyebutkan orang sangat merugi tidak masuk surga itu karena ia tidak bisa berbakti kepada orang tuanya yang telah berusia senja, apalagi jika sampai berani durhaka dan membentak-bentaknya.

    Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah Saw. juga bersabda “Demi Allah tidak beriman ! Demi Allah tidak beriman ! Demi Allah tidak beriman !”

    “Siapa yang engkau maksud, ya Rasulullah?”

    “Seseorang yang tetangganya tidak merasa aman karena gangguan-gangguannya.” (HR. Bukhari).

     

    30. Mengglobalkan Sesuatu, Kemudian Merincinya

    Di antara kreativitas Rasulullah Saw. dalam mengajar adalah mengglobalkan terlebih dahulu sebuah masalah yang dianggap penting, kemudian baru menjelaskan dan merinci satu per satu masalah tersebut agar mudah diingat dan dipahami.

    Tentang metode ini, sebuah hadist dari Ibnu Abbas Ra. menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Manfaatkanlah lima hal, sebelum datangnya lima hal lain, yaitu pergunakanlah masa mudamu, sebelum datang masa tuamu, Jagalah kesehatanmu, sebelum kamu sakit. Manfaatkanlah kekayaanmu, sebelum kamu jatuh miskin. Manfaatkanlah waktu luangmu, sebelum kamu sibuk, Dan, manfaatkan hidupmu, sebelum kamu mati.” (HR. Hakim)

    Dalam hadist lain dari Abu Hurairah Ra., Rasulullah Saw. bersabda, “ Seorang wanita, (biasanya) dinikahi karena mempunyai empat hal, yaitu harta (kekayaan), garis keturunan, kecantikan, dan agamanya. (Maka, jika kalian ingin menikah), pilihlah wantia (shalihah) yang baik agamanya, niscaya kalian akan beruntung.” (HR. Bukhari Muslim)

     

     31. Mau’idzah dan Tadzkirah (Menasihati dan Mengingatkan)

    Metode menasihat dan mengingatkan merupakan salah satu metode paling penting dan paling menonjol yang sering dipakai oleh Rasulullah Saw. dalam mengajar dan mengarahkan umat islam ke jalan yang baik. Penggunaan metode ini sering diterapkan oleh beliau, sebagaimana perintah Allah Swt. seperti firman-Nya dalam al-Quran berikut :

    “Dan, tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. adz-Dzariyaa t{51}:55)

    Dalam ayat yang lain, Allah Swt. juga berfirman sebagai berikut :

    “Maka, berilah peringatan karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.” (QS. al-Ghaasiyiyah {88}:21)

    Pada dasarnya, hampir sebagian besar dari ajaran Rasulullah Saw. diambil dan disampaikan melalui mau’idzah dan orasi umum.

    Tentang hal ini, Irbadh bin Sariyah bertutur bahwa Rasulullah Saw. shalat bersama para sahabat, “seusai shalat, beliau menghadap ke arah kami dan memberikan mau’idzah (nasihat panjang lebar yang membuat kami meneteskan air mata dan hati bergetar takut”.

    Setelah itu, ada seorang sahabat yang angkat suara, “ya Rasulullah, ini seperti pesan dari orang yang mau mengadakan perpisahan, lalu apa yang engkau pesankan dan ditekankan kepada kami?”

    “Aku wasiatkan kepada kalian untuk selalu bertakwa, mendengar, dan taat kepada Allah Swt., walaupun seorang budak berkulit hitam sekalipun. Sebab, sesungguhnya kalian yang hidup setelahku kelak akan melihat banyak sekali perselisihan. Maka, berpeganglah erat-erat kepada sunnahku dan ajaran para khulafaur rasyidin setelahku. Peganglah erat-erat dan gigitlah dengan geraham kalian. Dan, berhati-hatilah dengan hal-hal baru (yang tidak ada hubungannya dengan ajaran agam, tetapi dinisbat dan disandarkan kepada agama). Sebab, setiap hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu menyesatkan.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

    Dalam hadist yang lain, Jabir bin Abdullah juga bercerita bahwa Rasulullah Saw. ketika berorasi dan berpidato, mata beliau memerah, intonasi nada suara beliau meninggi, (seolah-olah) sangat marah, dan laksana orang yang sedang memperingatkan datangnya serangan mendadak dari lawan. Suatu saat, beliau bersabda, “Aku diutus, dan (jarakku dengan) hari kiamat laksana ini,” seraya mentautkan jari telunjuk dan jari tengahnya.

    Dalam kesempatan yang lain, beliau juga bersabda, “Amma Ba’du, sesungguhnya sebaik-baiknya kata-kata adalah kitab Allah,dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Saw., sedangkan sejelek-jeleknya perkara adalah hal-hal baru, dan setiap bid’ah adalah sesat.

    Kemudian, dalam orasi yang disampaikan, Rasulullah Saw. juga bersabda, “Aku lebih utama (dan berhak) menanggung setiap orang mukmin daripada dirinya sendiri.  Orang yang meninggal dan menyisakan harta, maka harta tersebut untuk pewarisnya. Dan, orang yang meninggal, namun  ia menanggung hutang atau barang hilang, maka akulah yang akan menebus dan menanggungnya.” (HR. Muslim dan Nasa’i)

     

    32. Memotivasi dan Menakut-nakuti

    Dalam istilah ilmu hadist, metode memotivasi dan menakut-nakuti terkenal dengan sebutan at targhiib wa at-tarhiib. Bahkan, metode pengajaran tersebut dibukukan dalam karya dan karangan yang menyendiri dalam beberapa jilid besar.

    Metode ini memberi semangat dan motivasi terhadap suatu kebaikan dengan menyebut efek positif kebaikan tersebut serta janji pahala dan surga. DI samping itu, metode ini juga menakut-nakuti serta memberi peringatan terhadap suatu keburukan dengan menyebut dampak negatif, sekaligus ancaman dosa dan neraka.

    Salah satu contoh metode ini adalah menganjurkan didirikannya sholat dhuha, sekaligus menyebut pahalanya, atau melarang dengki dengan menyebut efek sampingnya, dan sebagainya.

    Salah satu karya monumental dalam bidang ini adalah kitab At-targhib wa at-tarhib  karya Imam Zakiyudin Abdul Adzim bin Abdul Qowy al - Mundziri.

     

     33. Cerita dan Kisah

    Semua pengajar pasti mengenal dan pernah mempraktikkan metode cerita dan kisah dalam proses belajar-mengajar. Metode ini telah lama digunakan dalam dunia pendidikan untuk menanamkan pelajaran dan nilai-nilai moral melalui media cerita dan kisah. Metode tersebut sangat efektif untuk menyampaikan ilmu karena murid bisa dengan mudah mengambil pelajaran dan ibrah dari kisah yang terjadi. Metode ini juga sangat baik jika diterapkan bagi kalangan pemula, terutama anak-anak dan remaja, kelompok usia yang cenderung tidak mau dipaksa belajar, serta kelompok usia yang cenderung tidak mau digurui dan sering bertindak impulsif (dengan alasan mencari identitas dan jati diri).

    Dengan menyampaikan sebuah kisah, seorang pengajar secara langsung menjadikan pendengarnya sebagai objek, walaupun yang dijadikan objek adalah pihak lain (tokoh dalam cerita itu). Dengan cara ini, pendengar (murid) secara alamiah dibiarkan mengambil dan memetik sendiri hikmah, sekaligus pelajaran yang terkandung di balik kisah yang disampaikan.

    Sejak lebih dari 1.400 tahun yang lalu, Rasulullah Saw. juga telah menggunakan metode tersebut dengan menceritakan kisah bangsa-bangsa terdahulu yang telah punah atau kisah orang-orang pada masa nabi-nabi sebelumnya agar para sahabat dapat mengambil sendiri pelajaran dan hikmah dari kisah yang telah beliau ceritakan.

    Selain kisah-kisah tersebut, banyak kisah lain yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. dalam mengajar. Misalnya, kisah tentang cinta dan persahabatan yang tulus dan murni yang dikarenakan Allah Swt.

    Hal tersebut terungkap dalam sebuah hadist dari Abu Hurairah Ra. bahwa ada seseorang yang ingin menjenguk temannya di desa lain. Allah Swt., kemudian mengirim malaikat untuk menghadangnya diperjalanan. Ketika orang itu sampai di tempat malaikat menghadang, sang malaikat (yang telah menjelma menjadi manusia) menanyainya, “Mau ke mana kamu?”

    “Aku mau mengunjungi temanku di desa itu,” jawab orang itu.

    “Ada kepentingan apa sehingga kamu pergi ke tempat temanmu itu?” tanya sang malaikat lagi.

    “Tidak ada kepentingan apa-apa, aku mengunjunginya karena mencintai temanku dengan cinta karena Allah,” kata orang tersebut.

    “Ketahuilah, sebenarnya aku adalah malaikat yang dikirim oleh Allah Swt. kepadamu (untuk mengabarimu) bahwa Allah mencintaimu, sebagaimana kamu mencintai temanmu itu karena-Nya,” kata malaikat itu sembari membuka identitas dirinya. (HR. Muslim).

    Dalam kisah yang lain, Rasulullah Saw. menganjurkan untuk selalu menyayangi binatang dan tidak menganggunya, serta memberikan hak hidup kepada binatang. Hal ini dinyatakan beliau jauh sebelum para pencinta binatang dan aktivis yang peduli terhadap lingkungan hidup berteriak-teriak menyuarakan pembelaan terhadap lingkungan dan makhluk hidup.

    Kisah tersebut, terekam dalam kisah antara anjing dan PSK (Pekerja Seks Komersial) atau kisah kucing dan wanita tua. Selain itu, Rasulullah Saw. juga berkisah tentang bayi yang bisa berbicara, batu yang bergerak karena amalan baik, kisah-kisah bangsa Israel, serta beberapa kisah lainnya.

     

     

    35. Prolog Singkat

    Rasulullah Saw. adalah sosok pengajar yang memiliki cita rasa, perasaan, dan kepekaan yang sangat tinggi. Dalam mengajarkan hal-hal yang kurang etis, beliau tidak langsung menyampaikannya  secara terang-terangan, tetapi menggunakan pengantar atau tanda sehinggga para sahabat bisa memahami terhadap semua yang dimaksud dan diajarkan oleh beliau.

    Dalam sebuah hadist dari Abu Hurairah Ra., Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya, bagi kalian, aku ibarat orang tua dan anak. Untuk itu, aku akan ajari kalian bahwa apabila ke kamar kecil, maka hendaknya jangan menghadap kiblat atau membelakanginya.” (HR. Muslim).

    Dalam hadist tersebut, Rasulullah Saw. tidak langsung menyebut buang air ( kecil apalagi besar), tetapi menyamarkannya dengan menyebut kekamar kecil. Sebab, siapa pun pasti paham bahwa jika seseorang ke kamar kecil adalah untuk BAK atau BAB.

    Dalam hadist yang lain, Rasulullah Saw. memerintahkan untuk menggunakan tiga buah batu dan melarang penggunaan kotoran kering atau tulang ketika bersuci. Kata bersuci dimaksudkan untuk membersihkan diri setelah buang air. Dalam hal ini pun, beliau tidak menyebutkannya secara langsung.

    Rasulullah Saw. juga melarang penggunaan tangan kanan untuk bersuci, membersihkan kotoran dari kemaluan (depan atau belakang), tetapi menggunakan tangan kiri. Kata bersuci juga memiliki maksud seperti contoh sebelumnya. Metode tersebut digunakan oleh beliau jika berhubungan dengan hal-hal yang sangat sensitif, seperti masalah kewanitaan atau hubungan seksual.

     

    Dalam mengajarkan sesuatu yang dianggap tidak etis untuk disebut secara langsung, Rasulullah Saw. terkadang cukup menggunakan isyarat atau sindiran. Misalnya, ketika ada seorang wanita yang minta diajari tata cara bersuci setelah menstruasi, beliau hanya berkata, “kamu ambil air dan daun bidara, pakailah untuk mandi. Kemudian, siramlah mulai dari atas kepala, basuh semuah tubuh secara merata sampai pangkal rambut, lalu siram seluruh tubuh kalian. Setelah itu, ambil kapas yang telah diberi wewangian, gunakan untuk membersihkan...,” beliau tidak meneruskan kalimatnya. Untuk diketahui bahwa daun bidara adalah alat pembersih pada masa itu.

    Wanita itu masih bertanya, “Bagaimana cara menggunakan kapas itu untuk membersihkan (bagian mana yang dibersihkan dengan kapas)?”

    Mendengar pertanyaan tersebut, Rasulullah Saw. terperanjat dan berkata, “subhanallah! Ya, pakai kapas itu untuk membersihkan”.

    Sayyidah Aisyah, istri beliau, kemudian menarikk wanita itu dan membisikinya, “(Maksud beliau), bersihkan tempat keluarnya darah alias kemaluan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

     

     

    Sistem Mengajar yang Diterapkan oleh Rasulullah Saw.

    1. Apakah Rasulullah Saw. Pernah Marah saat Mengajar?

    Sebagai pengajar, kita pasti akan menemukan berbagai hal dari murid yang tidak sesuai dengan hati dan perasaan yang membuat kita marah. Kemarahan tersebut tentu tidak boleh berdasarkan emosi atau masalah pribadi.

    Suatu hal yang sangat manusiawi jika kita marah saat menghadapi kenakalan dari murid. Pada saat marah itulah, kita dituntut untuk bijak dan mengetahui waktu saat harus marah atau tidak, terlebih jika menjatuhkan sanksi atau skorsing. Hal itu harus sesuai dengan situasi dan kondisi dalam proses belajar-mengajar. Jangan sampai berlebihan, apalagi jika memberikan hukuman fisik. Hal itu harus sesuai dengan kesalahan dan tidak sampai melukai. Kesalahan yang sangat fatal jika sebuah hukuman sampai membuat cacat fisik. Hal ini akan berdampak negatif terhadap perkembangan psikologis murid. Ada beberapa kasus, seorang guru menghukum muridnya hingga meninggal hanya gara-gara kesalahan kecil. Hal tersebut sangat tidak proporsional dan tidak manusiawi sama sekali.

    Di antara sekian banyak metode (uslub) yang digunakan oleh Rasulullah Saw. dalam mengajar, apakah pernah beliau marah saat mengajar ? Ternyata, Rasulullah Saw. pun pernah marah dalam mengajar. Beliau marah jika ada sahabat yang keterlaluan dan berlebihan dalam menyikapi suatu permasalahan atau ngotot bertanya hal-hal yang tidak patut dipertanyakan.

    Suatu waktu, Rasulullah Saw. baru keluar dari rumah, beliau menjumpai beberapa sahabat sedang berdebat dan beradu argumen tentang masalah takdir. Mendengar perdebatan mereka, wajah beliau memerah karena marah dan langsung membentak, “Apakah kalian diperintahkan atu diciptakan untuk hal seperti ini? Menabrakkan ayat-ayat al-Qur’an yang satu dengan yang lainnya. Gara-gara hal seperti ini, bangsa-bangsa sebelum kalian dihancurkan hingga luluh lantak, “ Bahkan dalam riwayat yang lain, beliau sangat serius melarang para sahabat untuk berdebat tentang masalah tersebut.

    Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah Saw. juga sempat marah saat melihat sebagian sahabat yang berwudhu ala kadarnya dan tergesa-gesa, sehingga air wudhu tidak merata pada kaki mereka, belliau segera berteriak, “Awas ! Neraka bagi yang tidak menyempurnakan wudhunya.”

     

    2. Perintah Mempelajari Bahasa Asing

    Untuk memperluas cakrawala pengetahuan dan mempermudah jalinan komunikasi dengan bangsa lain, Rasulullah Saw. memerintahkan sebagian sahabat untuk mempelajari bahasa asing, terutama mereka yang disiapkan untuk menjadi diplomat. Sebagaimana perintah beliau kepada Zaid bin Tsabit untuk mendalami bahasa Ibrani (bahasa Israel) dan bahasa Suryani (bahasa asli para nabi), serta mempelajari aksara bahasa tersebut. (HR. Tirmidzi).

    Jadi, mempelajari dan menggunakan bahasa asing untuk kepentingan pendidikan, dakwah, dan tabligh, merupakan salah satu petunjuk dan ajaran dari Rasulullah Saw.

    Saat ini, pendalaman bahasa-bahasa asing merupakan kebutuhan yang sangat primer. Bahasa asing merupakan salah satu kunci utama untuk memperoleh ilmu pengetahuan, serta untuk menjaga persaingan dengan bangsa lain dalam mencapai kemajuan di segala bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, bahasa asing juga menjadi salah satu kunci utama dalam proses saling mengenal antarbangsa dan menjaga keselamatan hak asasi saat bercampur, berinteraksi, dan bergaul dengan bangsa lain. Jika dicermati, bahasa apa pun di dunia ini, mulai dari bahasa Navajo yang dipakai sebagai sandi tak terpecahkan dalam perang dunia II, bahasa Gaelic yang amat langka, bahasa Melayu pesisir yang mendayu-dayu, hingga bahasa Mohican yang telah punah, semuanya adalah kumpulan kalimat yang merupakan kumpulan kata-kata. Kata apa pun pada dasarnya merupakan bagian kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata keterangan. Dalam mempelajari bahasa asing, terutama bahasa arab, Inggris, Mandarin, Prancis, Jerman, dan Jepang  yang paling penting adalah kemampuan untuk menggunakan kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata keterangan dalam sebuah kalimat. Dalam mempelajari bahsa asing, kita mesti belajar kata (mufradat, vocabulary, dan lexique atau apa pun namanya yang berhubungan dengan hal tersebut) terlebih dahulu, bukan belajar bahasa ( gramatika, nahwu, la grammaire). Jika kita memikirkan struktur dan dimensi waktu dalam sebuah bahasa asing yang baru dikenal, justru hanya akan merepotkan diri sendiri.Dalam mempelajari bahasa asing, kita akan lebih mudah jika memakai bantuan analogi bahasa Indonesia atau bahasa ibu kita. Jadi, bahasa lokal maupun asing adalah permainan kata-kata, tidak lebih dari itu, Bisa jadi, pendekatan belajar bahasa asing dengan cara ini adalah keliru. Tapi, cara ini terbukti sangat efektif (lihat Laskar Pelangi, hal :116-117).

     

    3. Pengarsipan dan Penyimpanan Data

    Sebagaimana yang dibahas dalam bab sebelumnya, dalam mengajar, Rasulullah Saw lebih memilih metode yang memiliki efek daya tancap yang kuat dalam ingatan. Hal ini dikarenakan minimnya alat tulis-menulis pada saat itu. Sementara itu, masyarakat Arab yang bisa membaca dan menulis hanya terbatas pada kalangan bangsawan dan terpelajar.

    Rasululllah Saw. memiliki perhatian terhadap kondisi tersebut. Oleh karena itu, beliau menggalakan proses membaca dan latihan menulis, sekaligus gencar memberantas buta huruf. Usaha beliau ini terlihat begitu nyata ketika terjadinya perang badar. Saat itu, tawanan perang yang tidak sanggup menebus dirinya dengan harta, diwajibkan mengajari anak para sahabat untuk belajar membaca dan menulis sebagai tebusan pembebasan dirinya.

    Pengarsipan dan penyimpanan data merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan oleh Rasulullah Saw., terutama untuk penulisan dan penyimpanan data terhadap wahyu-wahyu yang diturunkan kepada beliau. Waktu itu, media apa pun digunakan untuk menulis, mulai dari kulit binatang, lempengan batu, sampai tulang belikat binatang. Sebab, ketika itu belum ditemukan kertas, apalagi mesin cetak.

    Selama masa kenabiannya, Rasulullah Saw. memiliki lebih dari lima belas sekretaris pribadi yang bertugas khusus untuk menulis ayat-ayat al-Quran yang diturunkan kepada beliau, di samping tercatat dalam memori para sahabat. Selain itu, beliau juga memiliki sekretaris yang bertugas untuk menulis surat-surat kepada pemimpin negara-negara besar dan raja-raja negara tetangga.

    Di antara para sekretaris Rasulullah Saw., yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Zubair bin Awwam, Khalid bin Sa’id, Aban bin Sa’id, Handhalah bin Rabi’, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dan beberapa nama lainnya.

    Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw. juga memberi izin kepada sebagian sahabat yang berminat untuk mencatat hadist-hadist beliau (selain Al- Quran).

    Rasulullah Saw. meyakini bahwa tulis - menulis merupakan salah satu duta terbesar dalam pendidikan dan dakwah. Oleh karena itu, beliau juga menggunakan cara ini saat mengajak para pemimpin dunia untuk masuk islam, dengan cara mengirim surat kepada mereka. Bahkan, lima diantaranya  delapan surat beliau, masih tersimpan rapi di museum-museum yang terdapat di Eropa.

     

    4. Rasulullah Saw. dan Pendidikan Kaum Wanita

    Dalam sebagian pandangan masyarakat, mungkin terlintas pikiran bahwa Rasulullah Saw. memarginalkan pendidikan kaum wanita. Sebab, seolah-olah dalam kebanyakan situasi beberapa hadist yang diriwayatkan, beliau hanya bersama denga para sahabat kaum lelaki.

    Namun, hal tersebut tentu merupakan anggapan dan prasangka yang sangat keliru dan tidak berdasar, apalagi RasulullahSaw. diutus kepada manusia secara universal dan mencakup semua jenis kelamin dan golongan. Bahkan, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, beliau mempunyai waktu dan majelis khusus untuk mendidik kaum wanita, terutama seputar masalah kewanitaan (niswiyah). Hal ini dilakukan beliau untuk menuruti permohonan mereka yang meminta waktu khusus untuk belajar dengan Rasulullah.

    Hal tersebut menjadi bukti bahwa Rasulullah Saw. begitu perhatian terhadap pendidikan kaum wanita. Perhatian ini juga menjadi salah satu alasan beliau menikahi Sayyidah Aisyah Ra. pada usia yang sangat belia (istri beliau yang lain dinikahi dalam keadaan janda), dengan tujuan untuk meningkatkan pendidikan kaum wanita. Banyak masalah yang berhubungan dengan wanita selalu disampaikan oleh beliau melalui sayyidah Aisyah. Bahkan, setelah beliau meninggal, Sayyidah Aisyah terhtiung di antara salah seorang yang banyak menyampaikan hadist-hadist beliau kepada umat islam.

          

    Sumber :

        Qolawun Awy' A. Rasulullah ;guru paling kreatif, Inovatif & Sukses dalam Mengajar. Jogjakarta : Diva Press

    Komentar

    Subscribe Our Newsletter